Desa Pejeng di Kecamatan Tampaksiring menyimpan sebuah bukti penting dan tak terbantahkan tentang kemajuan peradaban masyarakat Bali. Di lokasi ini berada Pura Penataran Sasih terletak di Banjar Intaran pada ketinggian 207 mdpl. Nama pura ini terbilang unik karena diambil dari dari salah satu peninggalan purbakala, yakni Nekara Pejeng. Nekara Pejeng terkenal dengan nama Bulan Pejeng. Dalam bahasa Bali, bulan adalah sasih dari sinilah nama Pura Penataran Sasih berasal.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, nekara pejeng adalah bulan yang jatuh ke bumi dan menerangi daerah sekitarnya, siang dan malam. Konon karena bumi dalam kondisi selalu terang, tidak ada kejahatan yang terjadi, hingga suatu masa ada seorang pencuri yang dengan sengaja mengencingi bulan tersebut. Akibatnya, bulan ini tidak dapat bersinar lagi sampai saat sekarang.
Ada juga cerita rakyat yang lain menyebutkan jika Bulan Pejeng adalah Subang Kebo Iwa. Kebo Iwa sendiri adalah seorang tokoh dan panglima perang yang sangat sakti. Banyak riwayat yang menyebutkan, beliaulah yang membuat beberapa tempat suci, seperti Candi Gunung Kawi dan Goa Gajah.
Nekara Pejeng berbahan perunggu, berbentuk menyerupai kendang. Mungkin lebih mirip sebagai bedug, mengingat ukurannya yang besar. Memiliki garis tengah atau berpinggang dengan dua sisi bidang pukul, dan satu bagian bidang pukulnya terbuka. Secara keseluruhan ukuran tinggi nekara 1,86 m dan garis tengah bidang pukulnya 1,60 m.
Selain ukurannya yang terbilang besar, motif hiasan yang terdapat pada bagian sisi nekara adalah pola bintang, ornament bulu burung, tumpal tersusun, tumpal bertolak belakang, pola huruf f, dan topeng yang berpasangan. Oranamen dan hiasan-hiasan tersebut mengandung simbol magi religi serta merupakan karya seni yang indah yang menjadi bukti kreatifitas seni dari masa perundagian Bali.
Selain keindahan simbolnya, Nekara Pejeng juga membuktikan capaian kemajuan teknologi khususnya ketrampilan teknik pembuatan benda perunggu. Teknologi ini ditunjang oleh temuan lima buah fragmen cetakan batu sebagai model nekara.Tidak mengherankan jika masyarakat pada masa itu dapat membuat nekara persis satu sama lain walau dengan ukuran berbeda.
Sampai sekarang cetakan tersebut disimpan di Pura Puseh Manuaba Gianyar. Temuan alat cetak nekara ini menguatkan bukti penguasaan teknologi untuk memproduksi barang-barang perunggu oleh masyarakat Bali pada masa perundagian. Pada masanya nekara ini punya banyak fungsiseperti digunakan sebagai genderang perang, alat upacara untuk mendatangkan hujan yang tergambar dari ornament katak, lambang kehadiran nenek moyang serta sebagai pelindung bagi masyarakat.
Bahkan sampai sekarang pun Nekara Pejeng tetap dikeramatkan dan dijadikan media pemujaan oleh masyarakat. Nekara Pejeng digunakan sebagai media untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan hingga diposisikan di halaman utama pura yang disebut Pelinggih Ratu Bhetara Sasih. Dikeramatkan dan menjadi media pemujaan, nekara perunggu pada hari-hari tertentu diupacarai dan diperciki tirtha atau air suci. Sayangnya hal ini membuat nekara berbahan perunggu lebih cepat mengalami korosi dan pertumbuhan jamur pada bidang permukaan nekara. Selain Nekara Pejeng di Pura Penataran Sasih juga ditemukan peninggalan purbakala yang beragam. Pada halaman dalam (jeroan), terdapat beberapa peninggalan arkeologi, seperti arca Ganesa, arca perwujudan Bhatara-Bhatari, arca Pendeta, arca Catur Kaya, arca Dwarapala, dan Lingga Yoni. IC/AND/XIV/07