• Post author:
  • Post comments:0 Comments
  • Post category:Historica
  • Post last modified:25 Januari 2023
  • Reading time:3 mins read

 

“Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa”

Itulah sumpah yang diucapkan Mahapatih Amangkubhumi pada 1334 M. bahwa ia  tidak akan memakan atau menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Sumpah ini tercatat dalam Pararaton.

Dalam Tafsir Sejarah Nagarakretagama, sejarawan Slamet Muljana memaparkan,   sumpah  itu menimbulkan kegemparan. Para elite kerajaan ramai-ramai mencibir dan menertawakan Gajah Mada tersebut. Mereka adalah  Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng, semua  merespons negatif terhadap sumpah tersebut. Sontak hal ini membuat  Gajah Mada sangat marah dan tersinggung.

Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara karya Muhammad Yamin, menyebutkan jika ledekan itu membuat  Gajah Mada  meninggalkan paseban dan   pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Gajah Mada kecut hati mendapat cibiran   dari Kembar, walaupun Arya Tadah, Patih lama, membantu sekuat tenaga.

Konon batu ini ditancapkan Gajah Mada saat mengucap sumpah, source : merdeka

 

Ada yang menyebutkan jika Arya Tadah memang pernah berjanji akan mencurahkan perhatian dan  bantuan dalam segala kesulitan pada Gajah Mada. Namun, saat pengucapan sumpah, sebenarnya   Arya Tadah  juga ikut menertawakan program politik Gajah Mada. Slamet Muljana menyebut,  pada hakikatnya, Arya Tadah alias Empu Krewes sebenarnya tidak ingin  melihat Gajah Mada menjadi patih amangkubumi sebagai penggantinya.

Walau ditengah cibiran dan konflik, Gajah Mada berhasil  melaksanakan politik penyatuan Nusantara selama lebih dari 21 tahun,  antara tahun 1336 sampai 1357. Kampanye politik ini berhasil  menundukkan kerajaan-kerajaan  di luar wilayah Majapahit, terutama yang berada di seberang lautan, seperti Bali, Kalimantan, Lombok, Sumatra Utara,  Malaya,  Palembang dan Tumasik (Singapura).

Uniknya  Nagarakretagama pada puh 13 dan 14 menyebutkan nama-nama wilayah atau kerajaan yang  disebutkan jauh lebih banyak dari yang diikrarkan Gajah Mada dalam Amukti Palapanya. Ini artinya apa yang dicanangkan oleh Gajah Mada tersebut semuanya terpenuhi bahkan melebihi target.

Kampanye politik Gajah Mada ini bisa berhasil terwujud atas bantuan  Laksamana Nala. Kekuatan maritime ini menjadi sangat penting karena banyak wilayah yang menjadi incaran Majapahit itu berada di seberang lautan. Penggunaan pasukan lewat laut ini juga terbilang trik yang sangat menguntungkan karena elemen kejutan dapat tercipta karena pergerakan pasukan yang cepat dan mendadak berada di wilayah musuh.

Meski diikrarkan dan dilaksankan pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi sumpah ini diteruskan pada masa Hayam Wuruk pada 1350 – 1389. Gajah Mada terus melaksanakan  penaklukan ke wilayah timur Nusantara  sampai  1357. Wilayah tersebut pada masa modern berubah menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. IC/AND/XIII/05

 

 

Komentar Untuk Penuh Cibiran dan Hujatan,  Sisi  Lain Amukti Palapa Gajah Mada