Belum jelas kapan mulainya tradisi atau mungkin lebih tepatnya jenis permainan sekaligus tontonan. Ada yang menyebut, kerajaan Mataram sudah melaksanakan tradisi ini sejak abad ke 16, tapi ada juga yang menyebutnya dimulai pada abad ke-17.
Sebuah tradisi yang terbilang unik, karena dengan tradisi itu, sejumlah harimau atau macan harus ditangkapi, sebagian lagi ditangkarkan, kemudian bila sudah tiba waktunya, macan atau harimau tadi akan diadu dan bertarung dengan hewan lain. Pertandingan ala gladiator ini menjadi tontonan yang sangat menarik pada masa itu. Itulah tradisi Rampokan Macan. Sebuah tradisi yang sempat marak dan berkembang di Mataram.
Secara simbolik, masyarakat Jawa memandang macan atau harimau mewakili sifat-sifat jahat, kejam dan tak bersahabat. Sementara lawan macan dalam pertarungan itu adalah kerbau. Bagi masyarakat Jawa, kerbau adalah simbol kesabaran, kerja keras, berguna, tenang dan unsur-unsur lain yang dianggap memiliki banyak keuntungan , terutama bagi manusia. Bahkan secara spiritual, kerbau adalah kendaraan spiritual saat orang Jawa masuk ke dalam kehidupan kekal di akhirat.
Namun masuk abad ke-18, tradisi rampokan macan ini mengalami perubahan pakem. Pertarungan ini bukan lagi harimau lawan kerbau, tapi harimau lawan manusia. Tradisi yang sangat popular di Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta pada zaman ini menyedot hingga ribuan penonton. Biasanya rampokan macan dihelat pada perayaaan Idul Fitri dan Tahun Baru Islam.
Sebuah tradisi Jawa yang sangat komplek. Sistem yang dijalankan adalah, pihak istana akan mencari harimau atau macan di berbagai hutan di wilayah kekuasaanya. Harimau itu biasanya ditangkap dengan perangkap atau kerangkeng. Tujuannya agar harimau itu tetap hidup untuk dibawa ke keraton.
Bila sudah waktunya, harimau akan dibawa ke alun-alun atau tanah lapang suatu daerah. Raja, keluarganya dan tamu-tamu undangan akan ditempatkan pada bangunan panggung yang dihias seindah mungkin. Kemudian, ratusan dan bahkan ribuan pria bertombak mengelilingi harimau dengan tombak terhunus ditangan
Secara naluriah, harimau ingin berlari diri dan keluar dari kerumunan manusia. Namun perjuangan harimau itu akan sangat menyakitkan, karena ada ratusan atau bahkan ribuan mata mata tombak yang siap terarah pada dirinya dan melukai sang harimau. Saat itu, semua orang atau prajurit berlomba menunjukkan kesaktian tombaknya.
Di awal bulan Desember tahun 1813 terlihat banyak tamu yang datang ke Yogyakarta. Mereka adalah orang-orang dari pemerintah kolonial Inggris di Indonesia. Hari itu adalah hari yang sangat melelahkan bagi rombongan Raffles di Jawa. Mereka baru saja datang dari Surakarta untuk melakukan kunjungan. Setibanya di Yogyakarta seluruh rombongan disuguhkan dengan acara Rampogan Macan, yakni sebuah pertarungan antara kerbau dan harimau.
Rampogan Macan biasa disajikan oleh pemerintah lokal kepada tamu dari luar daerah. Kebiasaannya bahkan sudah ada semenjak VOC mendarat di Jawa. Tapi orang-orang Belanda saat itu belum tahu bahwa ada makna tersendiri dari pertarungan ini. Pertarungan ini hampir selalu dimenangkan oleh kerbau, bukan harimau. Seandainya harimau kabur, ia akan diserbu dan ditusuki dengan tombak oleh prajurit. Kerbau ini mensimbolkan orang-orang Jawa yang tenang, sabar tapi tidak terkalahkan. Sementara harimau itu mensimbolkan bangsa Eropa yang berdarah panas dan suka mengamuk. Tentunya ini berarti bahwa apapun yang terjadi, orang Jawa lah yang akan menang pada akhirnya.
Awalnya dilakukan dalam alun-alun kerajaan Jawa saja, rampokan macan terdiri dari dua bagian: sima-Maesa, pertarungan di kandang antara kerbau dan harimau dan rampogan sima yang beberapa harimau diposisikan dalam lingkaran para pria bersenjatakan tombak dan meninggal apabila mencoba melarikan diri.
Mengambil tempat di lokasi yang sangat simbolis, di alun-alun, dan menggunakan hewan yang sangat simbolis dalam Budaya Asia Tenggara, di mana rampokan macan adalah upacara dengan interpretasi budaya yang kaya. Dilihat sebagai penghapusan kejahatan oleh para pengamat Eropa, rampokan macan paling mungkin melambangkan perjuangan kemenangan yang berdaulat terhadap kekacauan yang digambarkan sebagai harimau, dan pemurnian seluruh kerajaan.
Selama abad kedelapan belas dan abad kesembilan belas, simbolisme ritual rampokan macan melemah dan upacara secara bertahap menjadi acara atau festival. Atribut royalti Jawa, itu digunakan oleh kaum bangsawan, priyayi untuk menunjukkan kekayaan dan kekuasaan kaum pangeran bangsawan. Rampokan macan juga dipandang sebagai perjuangan politik simbolis antara voc dan Kesultanan Mataram.
Menjelang abad ke-20, pemerintah kolonial Hindia Belanda melarang rampokan macan pada 1905 karena populasi harimau Jawa yang nyaris punah. Namun banyak yang menduga, pelarangan itu terkait dengan makna simbolis yang terus menerus menyerang pemerintah kolonial Belanda. Namun masyarakat Jawa tidak kurang pintar dengan mengalihkan tradisi ini pada bidang lain seperti lukisan atau tari-tarian. IC/VI/AND/18
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia