Historica

Komoditas Perdagangan Paling Laku Era Majapahit

   

Di antara candi-candi dari masa Majapahit yang memuat relief yang menggambarkan perdagangan adalah Candi Penataran di daerah Blitar.
Perdagangan di zaman kuno memuncak pada masa Majapahit. Hal ini  disebabkan  ada dua sungai besar yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan pelayaran,  yaitu Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Kedua sungai ini pegang peranan penting dalam penyebarluasan komoditi, untuk menyeberangkan dagangan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Sejak dahulu beras bukan saja merupakan barang dagangan dalam satu desa tetapi sudah merupakan barang dagangan antar desa, bahkan antar pulau. Selain beras, diperjualbelikan juga buah-buahan. Secara umum barang-barang tersebut dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu barang kebutuhan hidup sehari-hari, barang-barang hasil produksi kelompok perajin, dan barang-barang inter-insuler serta internasional.

Barang kebutuhan hidup sehari-hari meliputi antara lain bahan makanan, hasil bumi, binatang seperti  ternak, unggas dan ikan, dan bahan pakaian.  Barang kebutuhan hidup sehari-hari lainnya yang dihasilkan penduduk pantai dan juga di pedalaman adalah garam. Di daerah pantai, garam dihasilkan dengan cara mengeringkan air laut. Garam merupakan barang dagangan yang cukup penting terutama bagi penduduk di pedalaman. Berita Cina menyebutkan bahwa Ho-ling atau Jawa sangat kaya, bahkan ada sumber dari dalam tanah yang mengeluarkan air asin.

Pajak diberlakukan secara terbatas. Pada batas-batas atau jumlah tertentu mereka tidak dikenai pajak, tetapi apabila melebihi ketentuan tersebut sisanya dikenai pajak. Dalam kitab Kutara Manawadharmasastra salah satu pasalnya menyebutkan tentang ketentuan jual beli ternak. Pasal 94 antara lain menyebutkan bahwa barang siapa membeli binatang misalnya kerbau, sapi atau binatang apapun, setelah dibayar oleh pembeli, tetapi belum diambil, jadi masih ada pada penjual alias  tidak segera diambil oleh pembelinya, jika kemudian binatang itu mati atau hilang pembeli tidak berhak minta kembali uang pembeliannya. Peristiwa itu disebut dalam undang-undang “kematian barang belian”. Jika pembeli itu memaksa penjualnya (meminta kembali uangnya), dan kemudian timbul sengketa, maka pembeli yang  akan disalahkan. Pembeli  harus mengembalikan uang dua kali lipat nilai binatang kepada penjual.

Berita Cina dari dinasti Song (1960 – 1279 M) menyebutkan bahwa di Jawa banyak terdapat ikan, penyu, unggas, kambing, dan sapi. Dalam beberapa prasasti diketahui jenis-jenis ikan yang dipakai sebagai hidangan dalam upacara. Jenis lain yang dalam prasasti sering digolongkan barang dagangan yang dipikul adalah, kapas, wunkudu, wuyah(garam), weas(beras), padat (ikan kering) Inga (minyak), wsi (benda yang dibuat dari besi), tamwaga (barang yang dibuat dari tembaga), gansa (barang yang dibuat dari perunggu), lawe dan sebagainya. Dalam prasasti juga diketahui adanya jual beli dupa untuk upacara pemujaaan.

ilustrasi penjual dimasa lalu

 

Di samping komoditi tersebut di atas masih ada beberapa barang kebutuhan hidup sehari-hari yang juga diperjualbelikan, misalnya gula, kelapa, kesumba biasa dipakai sebagai pewarna pakaian, buah mengkudu, nila, jenis kacang-kacangan, lada, tebu. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam Nagarakrtagama yang menyebutkan pekan atau pasar, penuh sesak penjual pembeli, barang-barang terhampar di dasaran. IC/AND/XII/15

 

 

 

 

Share
Published by
Wisnu