Historica

Cetbang, Petir Api Andalan Majapahit

 

Awalnya nama cetbang mulai dikenal lewat tulisan novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Arus Balik. Dalam Arus Balik, cetbang digambarkan sebagai senjata rahasia Tuban peninggalan  Majapahit.  Cetbang sendiri peninggalan tentara Mongol  ke Jawa, yang kemudian dikembangkan dan dimanfaatkan oleh Gajah Mada untuk mempersatukan Nusantara. Oleh lawan-lawan Majapahit, senjata itu disebut “sihir api petir” dan dikatakan memiliki prinsip roket.

Cetbang juga dikatakan memiliki kamar ledak atau bilik ledak sebagai tempat mesiu, dan bisa terbakar atau meledak beberapa waktu setelah meluncur, menandakan sifat incendiary dan explosive. Catatan akademik agak berbeda satu sama lain dalam deskripsi cetbang. Gartenberg menyebut cetbang sebagai “Majapahit cannon” tanpa menjelaskan apapun.

Kata “cetbang” tertua yang terlacak berasal dari Babad Tanah Jawi Sejarah Asal Mula Raja-Raja Jawa. Dahsyatnya Cetbang, Senjata Api Tercanggih Milik Majapahit yang Ditakuti Dunia.

Babad Tanah Jawi memiliki beberapa versi, yang paling terkenal mungkin adalah Babad Tanah Jawi versi W. L. Olthof, terbit 1941. Cetbang dicatat digunakan oleh Majapahit saat menyerang kedaton Giri pada saat perang Majapahit-Giri (1500-1506). Babad mencatat  prajurit Majapahit menggunakan 100 cetbang yang dikendalikan 200 prajurit pilihan, diperkirakan cetbang dioperasikan oleh dua prajurit. Namun sayang tidak ada catatan bagaimana bentuk, jenis, dan deskripsi cetbangnya.

Merujuk pada Old Javanese-English Dictionary karya P. J. Zoetmulder, dalam bahasa Jawa kuno tidak ditemukan kata “cetbang” . Senjata bubuk mesiu yang terdapat dalam naskah-naskah Jawa kuno antara lain bedil, bedil besar, brahmasara atau brahmaastra, mimis (peluru kecil), agnisara atau agniastra. Kata sara adalah penyebutan lokal untuk astra dalam bahasa sanskerta, yang berarti panah atau senjata, juga bersinonim dengan kata bana.

Pada perkembangan selanjutnya mereka juga digunakan untuk merujuk senjata api, contohnya adalah agnibana yang berarti panah api, agnesara atau agnisara atau agniastra yang berarti senjata api, panah api, atau roket dan sara geni yang berarti. Cetbang dalam bahasa Jawa kuno bisa jadi disebut bedil. Di Jawa, meriam dipanggil dengan kata bedil. Akan tetapi, pada masa lalu istilah bedil sebenarnya adalah istilah yang luas, hampir semua senjata api dan senjata berbasis mesiu bisa disebut bedil.

Analisa etimologi, kata bedil berasal dari kata wedil atau wediyal dan wediluppu atau wediyuppu dari bahasa Tamil. Dalam bentuk aslinya, kata-kata ini secara berurut merujuk pada ledakan. Meriam memiliki beberapa prasasti berhuruf Jawa, dan tidak diketahui tanggal pembuatannya, namanya sebagai Naga Raja Warastra Tunggal, kata warastra kurang lebih sama artinya dengan bedil. Warastra dapat ditemukan dalam bahasa Jawa kuno, yang berarti panah sakti, panah ampuh, panah dahsyat, atau panah unggul.

Senjata Mongol-Cina yang memiliki kemiripan dengan cetbang adalah meriam Cina tertua mungkin adalah meriam perunggu Wuwei , diperkirakan berasal dari  1214-1227. Meriam dan meriam tangan seperti ini biasanya menembakkan proyektil.

Serangan Mongol-Cina ke Jawa 1293 kemungkinan besar memperkenalkan senjata bubuk mesiu ke Nusantara. Kata cetbang itu sendiri kemungkinan adalah serapan dari kata china chongtong, sedangkan dalam bahasa Jawa kuno senjata ini disebut bedil atau warastra. Cetbang awal, atau cetbang orisinal dibuat berdasarkan meriam dan senjata api China setelah 1293 M, maka dari itu juga bisa disebut sebagai cetbang bergaya timur. Ia adalah meriam perunggu isian depan yang melontarkan panah, dan mungkin juga menggunakan peluru bulat dan proyektil.

Share
Published by
Wisnu