Ilustrasi dunia orang bunian
Konon, siang hari di dunia nyata adalah malam hari di dunia bunian. Sosok penampakan mereka umumnya menyerupai wanita cantik. Kemunculan mereka ditandai dengan semerbak aroma kentang goreng atau ubi bakar. Mereka juga gemar menculik anak-anak dan memberi ilmu kesaktian.
Wa Ode Febriyanti, alias Putri, (13), warga wilayah Tanjunguban Utara, Kepulauan Riau, setahun belakangan telah membuat lingkungannya gempar. Tetangganya hanya bisa maklum saat bocah ini berkelakukan aneh. Bagaiamana tidak, tiap malam Putri kelayapan ditengah malam, bahkan keluar masuk hutan sendirian. Karuan saja warga Kampung Baru, Tanjunguban Utara menjadi risau akan keselamatan bocah tersebut.
Keluarga Putri memang sangat miskin. Lababa, ayahnya sudah meninggal beberapa tahun lalu, sementara rumah mereka berada terpencil dan dipinggir hutan. Lingkungan sekitar tempat tinggal keluarga Putri memang sepi dan banyak ditumbuhi semak belukar serta pepohonan. Sriyanti, ibu Putri, seorang janda miskin yang menghidupi anak-anaknya dengan berjualan kerupuk. Berbeda dengan dua orang saudaranya, Putri punya kebiasaan aneh semenjak ayahnya meninggal dunia. Bocah berkulit gelap ini gemar bermain dan berjalan sendiri di tengah malam. ” Normal bocah seusianya, pasti takut main dan berjalan sendirian di tengah gelap malam apalagi masuk hutan. Tapi dia sih biasa saja. Bahkan marah-marah jika saya ingatkan untuk tidak keluar malam. Wajahnya berubah liar dan mengamuk. Sejak saya tak berani lagi untuk menegurnya,” jujur Sriyanti.
Akibat perubahan perilaku dan kebiasaanya itu, emosi Putri jadi labil. ”Yang paling parah adalah hilangnya konsentrasi belajar. Dia kerap mengganggu teman-temannya. Berteriak-teriak tanpa sebab yang jelas. Dia juga menjadi murid yang sangat tertinggal hingga beberapa kali Putri harus tinggal kelas. Sekarang duduk di kelas satu, padahal teman-teman sebayanya sekarang sudah kelas V SD,” papar Handi, guru sekolah Putri.
Didampingi perangkat kampung, Sriyanti memutuskan untuk merukiyat anaknya. ”Mungkin semua ini karena pengaruh mahluk gaib yang jahat. Dan dengan dirukiyat semoga energi negatif pada diri Putri hilang,” ujar Siyati dengan nada pasrah. Tapi semua usaha itu gagal total. Putri tetap saja melakoni kegemarannya kelayapan malam dan keluar masuk hutan sendirian.
Gerbang-gerbang di hutan kerap menjadi pintu masuk ke kampung bunian
Bersaudara Bunian
Sebenarnya masyarakat Tanjunguban sudah paham dengan ulah Putri. Orang desa memang sangat mengenal Lababa, ayah Putri. Semasa hidupnya, suami Sri tersebut terkenal sebagai orang sakti yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Lababa punya kemampuan supranatural dan magis yang tinggi.
Konon, menurut cerita warga desa, kemampuan ini didapatkan setelah Lababa mengawini seorang wanita dari golongan bunian. Bagi masyarakat Riau, orang Bunian adalah semacam makhluk halus yang tak kasat mata dan biasanya hidup di dalam hutan belantara. Mereka bukan hantu tetapi jasadnya tidak terlihat oleh manusia kecuali oleh manusia berilmu spiritual tinggi.
Setelah perkawinan gaib tersebut, kehidupan Lababa berubah drastis. Ia menjadi sosok dukun yang kondang. Namun sayang perkawinan itu tidak bisa bertahan lama yang membuat kehidupan Lababan kembali seperti sediakala dan menikah dengan Sriyati. Sas-sus masyarakat mengatakan perkawinannya dengan wanita bunian itu, Lababa memiliki dua orang anak.
”Nah, mungkin yang mengajak Putri keluar malam dan bermain-main di hutan itu adalah saudara tirinya dan golongan bunian. Sebab menurut cerita orang tua-tua kami, kondisi kehidupan manusia dan bunian itu terbalik. Jika kita siang hari maka pada dunia bunian sudah malam hari. Itulah sebabnya mengapa Putri main-main pada malam hari. Mungkin di dunia saudara buniannya mereka sedanga tengah hari,” urai Zainal ketua RT Tanjunguban.
Mahluk bunia yang sempat viral karena tertangkap kamera pemotor, di Riau
Gemar Menculik
Menurut Kepercayaan masyarakat lokal, mahluk bunian ini wujudnya menyerupai manusia. Yang membedakan adalah gaya hidupnya. Jika manusia adalah mahluk sosial yang hidup bergerombol atau berkelompok dengan manusia lainnya, maka bunian ini justru memilih untuk menjauhi sejenisnya. Mereka hidup di tempat-tempat sepi, di rumah-rumah kosong yang telah ditinggalkan manusia dalam waktu lama. Namun tempat atau rumah favorit bunia adalah hutan-hutan di sekitar pemukiman manusia.
Masyarakat Minang kerap menyebut bunian dengan sebutan dewa. Dalam bahasa Minang dewa berarti sebangsa makhluk halus yang tinggal di wilayah hutan, di rimba, di pinggir bukit, atau di dekat pekuburan. Bunian atau dewa ini biasanya memulai aktivitasnya menjelang senja hari. Hal ini karena dunia bunian berbanding terbalik dengan dunia manusia. Tanda aktivitas mahluk astral ini biasanya akan tercium aroma tertentu. Masyarakat Minang menyebut aroma ini dengan nama masakan dewa atau samba dewa. Biasanya aroma yang tercium tersebut mirip bau kentang goreng. Tapi tidak menutup kemunkinan akan tercium bau-bau lain.
Yang membedakan masyarakat Minang dengan masyarakat lainnya adalah konsepsi mereka tentang dewa. Jika di budaya lain dewa berkonotasi laki-laki, maka bagi masyarakat Minang dewa bergender perempuan dengan wajah yang cantik rupawan.
Terlepas dari itu semua, sebuah kepercayaan kuat pada masyarakat adalah saat seseorang atau anak-anak hilang, maka masyarakat menyakini kejadian tersebut adalah akibat ulah usil bunian. Orang atau anak-anak itu memang sengaja disembunyikan oleh mahluk astral dengan berbagai alasan. Masyarakat Minang menyebut “orang peliharaan dewa” yang biasanya diculik saat mereka masih bayi. IC/VIII/AND/15
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia