Sejarah mencatat Majapahit yang selama 1293-1527 adalah kerajaan Hindu-Budha terbesar di Nusantara. Kerajaan ini mencapai masa kejayaan pada sekitar abad ke-13 hingga 14 Masehi. Banyak ahlis sejarah dan arkeolog berdasarkan temuan artefak yang ada menyebutkan ibukota kerajaannya terletak di Trowulan, Jawa Timur.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Field School Archaeology atau IFSA pada 1991, sekali lagi berdasarkan temuan akeologis, diperoleh luasan ibukota Majapahit berkisar pada adalah 10 x 11 kilometer persegi. Sebuah luas yang sangat luar biasa untuk ukuran sebuah ibukota kerajaan di masa lalu.
Perhitungan luas tersebut didasarkan pada batas makro ini didukung juga dengan interpretasi temuan 4 yoni yang posisinya membentuk persegi empat mengelilingi area Trowulan. Para arkeolog menduga ke-4 yoni tersebut adalah tanda atau sisa dari tugu batas kotanya. Namun teori ini bisa saja tidak akurat, karena luasannya ibukota sangat mungkin lebih luas dari tanda. Bukan tidak mungkin di masa depan ditemukan lagi artefak yang dapat membuktikan luas sebenarnya dari ibukota Majapahit.
Pemerintah Indonesia juga ikut serta mengembangkan interpretasi mengenai batas kota tersebut dengan mengeluarkan penetapan Kawasan Strategis Nasional (2008). Kawasan Strategis Nasional itu meliputi Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang.
Dengan Penetapan Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan pada 2013 dengan luasan 92,6 km² berdasarkan SK Mendikbud No. 260/M/2013. Penelitian Arkeologi Terpadu Indonesia atau PATI sejak 2008 hingga 2014, menegaskan bahwa dari hasil identifikasi Kedaton Majapahit maka dapat dipastikan jika ibukota Majapahit berada di Trowulan.
Penetapan ini sebenarnya menjadi landasan hukum karena sejak lama, ada banyak ahli lintas bidang yang telah berusaha menyingkap dan mengungkapkan keberadaan Kawasan Ibu Kota Kerajaan Majapahit di Trowulan. Apa yang mereka yakini tersebut berdasarkan data temuan artefak, struktur bangunan, prasasti, atau pun berdasarkan manuskrip dan karya sastra.
Deretan peneliti Majapahit dari masa kolonial hingga kini, dan dari beragam latar belakang keilmuan antara lain Wardenaar, Henry Maclaine Pont, R.T. Kromo Adi Negoro, Bruno A.G. Nobile de Vistarini, Pieter van Stein Callenfels, Stutterheim, J.L.A. Brandes, H. Kern, N.J. Krom, Poerbatjaraka, C.C. Berg, F.D.K. Bosch, A. Teeuw, Th. G. Th. Pigeaud, J. Noorduyn, W.P. Groeneveldt, Hasan Djafar, Slamet Mulyana, S.O. Robson, Hadi Sidomulyo, I Ketut Riana, Kardono Darmoyuwono, Mundardjito, John N. Miksic, Agus Aris Munandar, dan masih banyak nama ahli lainnya.
Periodesasi sejarah Kerajaan Majapahit dapat di kateogerikan menjadi 3 masa yaitu:
Masa Kejayaan (1293-1389), sebuah masa dimana Majapahit berdiri menjadi sebuah Negara atau kerajaan yang eksis. Mencapai masa kejayaan dengan berbagai capaian berikut bukti-bukti otentiknya.
Masa Pudar (1389-1815), sebuah masa dimana Kerajaan Majapahit telah melampaui masa kejayaan. Majapahit sebagai kerajaan sudah pembalikan dari periodesasi kejayaan. Bukti-bukti keruntuhan serta manuskrip yang menjelaskan kondisi tersebut.
Masa Kemunculan Kembali (1815-kini), semenjak masa kolonial penggalian sudah dilakukan saat ditemukan beberapa artefak yang mengindikasikan kerajaan Majapahit. Setelah Perang Jawa pencarian bekas-bekas kejayaan kerajaan Majapahit semakin giat dilakukan baik oleh ahli dari Belanda maupun Bumiputra. IC/AND/XII/13