Kerajaan Tambora, Pekat dan Sanggar hancur lebur akibat sapuan awan panas Tambora. Bahkan Eropa sempat mengalami setahun tanpa musim panas, gagal panen dan kelaparan hebat akibat letusan Gunung Tambora.
Sejarah kolonial mencatat, pada April 1815, Gunung Tambora meletus. Hingga zaman modern ini, erupsi Gunung Tambora tercatat sebagai salah satu letusan gunung berapi terdahsyat dalam sejarah dunia.
Para ahli vulkanologi memperkirakan gunung api yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini saat erupsi menyemburkan abu sebesar 150 km kubik. Dan diperkirakan 60 mega ton gas aerosol dimuntahkan.
Bukan itu saja, letusan Tamboraitu juga menyebabkan terbentuknya kaldera berdiameter 7 km dengan kedalaman lebih dari 1,1 km. Luar biasa besar dan dalam dan menjadikannya sebagai kaldera terdalam di dunia.
Dengan segala kekuatan dan bekas ledakan yang bisa dilihat sampai sekarang, dampak letusan Tambora tak main-main. Diperkirakan lebih dari 92.000 nyawa melayang akibat letusan yang terjadi pada April 1815.
Source: Bali discovery
Letusan Tambora juga tercatat sebagai salah satu letusan terdahsyat sepenjang sejarah karena mencapai skala 7, Volcanic Explosivity Index (VEI). Menurut Dr. Ir. Igan Supriatman Sutawidjaja, dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia, letusan tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan secara bertahap.
Dalam “Jejak-Jejak Peradaban Tambora:” Secercah Harapan di Balik Bencana, sebuah tajuk webinar yang mengulas hal ikhwal erupsi Tambora itu menunjukkan jika sejak 1812, Tambora mulai menunjukkan aktivitasnya.
Namun, masyarakat tradisional di sekitar Tambora tidak menyadarinya bahkan karena kurangnya pengetahuan tentang kegunungapian, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja dan tak melakukan hal apapun. Hingga akhirnya, letusan puncaknya terjadi pada tanggal 10-11 April 1815.
Letusan dahysat Gunung Tambora itu pun memporak porandakan peradaban yang berada di dekat dan beberapa daerah disekitarnya. Amuk Tambora berdampak pada tiga kerajaan yang berada di wilayah gunung berapi, yaitu Kerajaan Tambora, Pekat, dan Sanggar.
Luncuran dan sebaran awan panas yang tebal benar-benar menyapu bersih dan menghabiskan serta dan mengubur hampir wilayah dan peradaban yang ada di sekeliling gunung, tak terkecuali kerajaan-kerajaan tersebut.
Caldera sisa ledakan dahsyat 1815 dari foto satelit, Source: wiki/nasa
Para ahli memperkirakan awan panas itu menurut mencapai 800 derajat CelSius. Dengan panas setinggi itu, apapun yang dilaluinya akan terbakar jadi arang. Tak terkecuali penduduk, hewan ternak serta rumah-rumah. Letusan itu mengarah ke Utara, barat, dan selatan.
Pada arah ini berada Kerajaan Tambora dan Pekat. Kerajaan Sanggar terbilang sedikit lebih beruntung, karena awas panas tidak sepenuhnya meluncur ke arah timur, b ahkan Raja Sanggar bisa menyelamatkan diri. Namun pasca erupsi itu kondisi Kerajaan Sanggar sangat memperihantinkan.
Seorang Ilmuwan Belgia, Albert Colfs yang berkunjung beberapa tahun setelah letusan Tambora, menggambarkan jika kerajaan tersebut dalam kondisi yang sangat miskin dan kelaparan berat menimpa warganya.
Menurut Igan, area pada jarak 600 kilometer barat Gunung Tambora bahkan mengalami kegelapan sampai tiga hari lamanya. Tak hanya itu, abu Tambora menyebar ke seluruh dunia selama tiga bulan, bahkan angin utara mendorong debu-debu vulkanik itu hingga sampai ke kutub utara.
Musnahkan tiga peradaban sekali ledakan, Soure: behance
Ahli vulkanologi pada masa itu memperikirakan erupsi dahysat tersebut menciptakan kolom letusan hingga 43 kilometer. Kolom awam hitam inilah yang menyebab bagian utara Hemisfir mengalami penurunan suhu hingga 11 derajat Celsius.
Peristiwa ini dikenal sebagai fenomena year without summer alias setahun tanpa musim panas pada 1816. Bahkan letusan ini juga memicu terjadinya kelaparan di beberapa sebagian besar negara Eropa, seperti Inggris, Irlandia, Jerman dan sebagainya.
Hal ini karena pertanian di beberapa negara tersebut mengalami gagal panen serta kematian dalam jumlah besar hewan ternak untuk konsumsi akibat udara yang kelewat dingin.
Ketebalan debu vulkanis dan radius sebarannya, Source: bmng
Letusan Gunung Tambora juga dicatat dua naskah kontemporer. Syair Kerajaan Bima karya Khatib Lukman, menceritakan letusan tersebut merupakan azab karena dibunuhnya seorang keramat bernama Haji Mustafa. Syair mengisahkan bahwa Haji Mustafa segala permintaannya selalu dikabulkan Allah karena dirinya pernah mengunjungi Baitullah.
Sementara Roorda van Eysinga, terbitan 1841, dalam buku Asal Mulanya Meletus Gunung Tambora menceritakan kisah perjalanan Reinwardt dan Zollinger mendapat cerita dari Sultan Ismail, Sultan Bima 1819-1854,bahwa musabab letusan adalah karena dibunuhnya seorang Arab bernama Said Idrus. IC/IV/AND/17.
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia