• Post author:
  • Post comments:0 Comments
  • Post category:Historica
  • Post last modified:28 Juni 2022
  • Reading time:4 mins read

Dalam terjemahan bebas, durch blut und eisen adalah melalui besi dan darah. Inilah gambaran yang paling sesuai dengan cara orang-orang Portugis menjalankan pemerintahan saat menguasai Maluku. Berbagai cara licik dan sadis dilakukan untuk mendapat keuntungan.

*******************

Bagi Portugis Cengkih adalah komoditas primadona. Tidak hanya di Eropa, tapi di seluruh dunia, rempah-rempah dari Maluku ini meraup keuntungan yang fantastis. Karena keuntungan yang melebihi emas inilah membuat orang-orang Portugis yang memang oportunis sejati itu menjadi semakin tamak dan serakah.

Tak ada pilihan lain selain melakukan penguasaan secara menyeluruh pada komoditas, manusia hingga kerajaan-kerajaan pemiliki sumber daya tersebut. Seperti halnya Kerajaan Ternate. Di depan Portugis menyebut mereka sebagai patner atau mitra. Namun di belakang punggung orang-orang Ternate, Portugis merencanakan sesuatu yang jahat.

Portugis tidak ingin Ternate lebih besar dari dirinya. Sebagai produsen cengkih terbesar di dunia saat itu, Ternate tidak bolah besar, semua harus dibawah kontrol Portugis. Karena itulah siapapun yang ditunjuk oleh raja menjadi gubenur Maluku, mereka haruslah pribadi yang keras, kejam dan tegaan. Sebagai imbalannya mereka akan mendapatkan segalanya, harta, pengakuan dari tahta kerajaan dan kenikmatan duniawi lainnya.

19 orang Gubenur Portugis yang pernah memimpin atau lebih tepatnya berkuasa, hampir semuanya melakukan pekerjaannya dengan jalan kekerasan dan perang. Gubenur pertama, Antonio de Brito (1522-1525) memulai karirnya dengan menyerang habis Tidore.

Baru dua tahun menjadi gubenur ia sudah mengerahkan pasukan tempurnya untuk menghajar Tidore karena masalah sepele. Bahkan beberapa sejarahwan menilai, begitu sepelenya masalah itu sampai-sampai seorang kepala desa saja mampu menyelesaikannya, namun pilihan Brito adalah perang.

Source: dw

De Brito lantas memaksa Ternate untuk membantu Portugis untuk menyerang dan membumi hanguskan Mareku, ibukota Tidore. Kemudian kekuatan gabungan ini bergerak dan menyerang Makian, Kayoa, Halmahera, setelah semuanya kalah, daerah tersebut diberikan pada Ternate.

Gubenur Portugis di Maluku, yang tangannya paling banyak menumpahkan darah adalah Tristao de Atayde (1534-1537). Saat Kerajaan Bacan menolak permintaa untuk menyerahkan cengkih, ia langsung menyerang kerajaan kecil itu dan membuatnya rata dengan tanah.

Masih kurang sadis, Atayde juga memerintahkan pasukkan untuk membongkar pemakaman keluarga Kerajaan Bacan. Semua tulang belulang mayat di gali dan keluarkan dari liang kubur. Atayde mengancam akan menggergaji tulang-tulang itu hingga terpenggal-penggal menjadi beberapa bagian.

Namun ia tidak akan melakukan itu, jika Sultan Bacan mau membayar tebusan. Dengan berat hati, Sultan terpaksa mengikuti gaya pemainan barbar sang gubenur Portugis itu. Setelah uang tebusan diberikan, semua tulang-tulang itu dikembali ke makam.

Atayde juga berkonspirasi dengan Karatabumi, Mangkubumi Kerajaan Jailolo. Ini dilakukan karena Portugis tidak merasa senang dengan pilihan Sultan terdahulu yang mengangkat Sultan Zainal Abidin anaknya, yang masih kanak-kanak dan sakit-sakitan.

Namun alasan yang sebenarnya adalah adanya kecurigaan atas kedekatan Jailolo dengan Spanyol. Orang-orang Portugis punya kecurigaan alamiah terhadap orang Spanyol, bahwa mereka akan mengenyahkan Portugis dari Maluku.

Keputusan diambil, Atayde langsung menyerang Jailolo dengan kekuatan maksimal, layaknya perang besar. Seluruh pasukkannya dikerahkan untuk menghajar Jailolo. Ketakutan terbesar Portugis adalah datangnya bantuan militer dari Spanyol. Setelah berhasil menyerang Jailolo, Portugis, menculik Sultan Zainal abidin dan membawanya ke Benteng Ternate.

Namun dengan cerdas Atayde menjelaskan jika Sultan akan dirawat oleh dokter di Ternate. Demi memulihkan kesehataanya itu, Atayde lantas mengangkat Kartabumi sebagai pejabat Sultan jailolo. Pejabat Sementara Sultan ini kemudian dikukuhkan menjadi sultan dengan gelar Kolano.

Lantas bagaimana dengan nasib Sultan kecil Zainan Abidin? Sejak ‘dirawat’ untuk pemulihan kesehatan itu, Sultan Zainal Abidin tidak pernah lagi kembali ke Jailolo, ia hilang tak tentu rimbanya. IC/III/AND (bersambung).

 

Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia

Komentar Untuk indonesia culture, indonesian culture, budaya indonesia, adat indonesia