Ternyata olah raga atau seni ketangkasan sudah ada sejak zamanMajapahit. Beberapa dari olah raga tersebut masih ada dan bahkan masih dimainkan. Nama olah raga tersebut adalah Pathol dan masih dimainkan oleh masyarakat pesisir pantai Utara Pulau Jawa.
Meski sekilas mirip dengan gulat Sumo asal Jepang, namun banyak ahli sejarah menyebut olahraga sudah berkembang sejak masa kekuasaan Kerajaan Majapahit. Bedanya jika sumo para atlitnya harus berbadan tambun dan besar, maka pathol tidak mensyaratkan hal tersebut. Siapa saja boleh bertarung dan memainkan pathol, sepanjang ia menemukan lawan atau pasangan yang memiliki postur sepadan.
Sebelum bertanding para pemain pathol harus bertelanjang dada. Pada pinggang masing-masing pemain dililitkan kain sarung atau tali yang disebut dadhung. Dadhung ini akan menjadi tempat pegangan lawan saat permainan ini dimulai. Uniknya, pathol tidak menggunakan matras atau arena. Pemainan ini dilakukan ditempat terbuka, entah itu pasir atau lapangan.
Saat sudah siap, kedua pria akan saling berhadapan untuk saling membanting, mengangkat hingga melakukan kuncian. Ketika pemain berhasil mengunci lawan, dia hanya tinggal membuat lawan tak bisa melakukan perlawanan atau menyerah, sampai wasit menyatakan dan memutuskan salah seorang pemain menjadi pemenang.
Pemain saling memegang udhet atau kain sepanjang 1,5 meter milik lawan yang diikat di masing-masing perut lawan. Mereka kemudian berusaha saling membanting lawannya. Pemenang ditentukan dari pemain yang berhasil menelentangkan lawan hingga punggungnya menempel di pasir atau arena pertarungan.
Saat gulat pahtol dimainkan ada pemain musik yang mengiringi mereka. Mereka adalah panjak atau pengrawit yang tugasnya memainkan alat musik untuk mengiringi para pemain pathol. Sedikitnya dibutuhkan lima orang pengrawit dengan tugas masing-masing. Seperti memainkan kendang, kempul atau gong kecil, kenong, bonang dan saron.
Pathol dalam bahasa Sansekerta berarti tak terkalahkan. Olahraga tradisional sudah dimainkan pada era kerajaan Majapahit saat Pangeran Sri Sawardana adik penguaa Lasem Bhree Lasem (Dewi Hindu). Banyak yang menyebut jika pathol ini awalnya dipakai untuk memilih prajurit angkatan laut yang tugasnya untuk mengamankan pelabuhan internasional Majapahit di Tuban, Jawa Timur.
Metode seleksi ini terbilang sangat efektif, kemampuan bertarung dan mengalahkan musuh dengan kekuatan fisik akan menjadi modal utama saat prajurit tersebut bertugas menjadi tentara. Meski begitu, adu kuat antar calon prajurit ini dilarang memukul, menendang atau menyikut.
Pathol sangat menjunjung tinggi sportivitas. Sportifitaslah yang akan menentukan juara sejati atau berhak menyandang gelar yang tak terkalahkan. Dari pathol kita bisa melihat bagaimana nenek moyang kita sudah menanamkan semangat sportivitas dengan belajar bagaimana menerima kekalahan tanpa ada rasa dendam terhadap lawan dan meraih kemenangan dengan kepercayaan diri penuh. IC/AND/XV/04