• Post author:
  • Post comments:0 Comments
  • Post category:Historica
  • Post last modified:27 September 2023
  • Reading time:3 mins read
source : haluan

 

Setelah ratusan tahun sempat “tenggelam”  dari masyarakat Indonesia, agama Buddha kembali berkembang sejak kemerdekaan berkat jasa Y.M. Ashin Jinarakhitta. Dahulu agama Budha mempunyai masa kejayaan pada masa Kerajaan Budha Sriwijaya dan Kerajaan Budha Siwa Majapahit. Kedua kerajaan ini dianggap sebagai dua kerajaan nasional Indonesia sebelum kemerdekaan. Banyak peninggalan yang disumbangkan oleh umat Buddha pada masa lalu, misalnya saja Candi Borobudur yang merupakan candi Budha terbesar hingga saat ini.

‘Hilangnya

‘agama Buddha dari Indonesia bukan berarti tidak memberikan dampak yang besar, khususnya terhadap komunitas Buddha global. Salah satu yang paling terlihat adalah hilangnya tradisi khas Budha Tantra Indonesia yang sempat berkembang di Sriwijaya dan Majapahit. Namun tradisi ini sedikit banyak masih mempunyai pengaruh terhadap tradisi lain berkat kehadiran mahasiswa internasional yang pernah belajar di nusantara ini.

Namanya Atisa (982-1054), seorang ulama asal India yang datang ke Pulau Sumatera untuk belajar kepada Guru Suwarnadwipa Dharmakirti (abad ke-10), seorang biksu dari keluarga bangsawan kerajaan Sriwijaya. Saat ini Atisa tertarik untuk belajar kepada biksu Dharmakirti karena hanya Guru Suwarnadwipa yang memiliki silsilah kunci ajaran bodhicitta dan penggunaan bodhicitta sebagai metode dalam jalan menuju pencerahan.

source : pxfeul

 

Setelah Atisa menyelesaikan studinya di Sriwijaya, ia kembali ke India dan kemudian diundang ke Tibet untuk menegakkan kembali ajaran yang sempat merosot di sana. Di Tibet, Atisa melakukan reformasi besar-besaran yang mengarah pada terbentuknya aliran Buddha Kadam. Setelah Atisha meninggal, murid utamanya, Dromtonpa (1005 – 1064), melanjutkan ajaran Atisha dengan membaginya menjadi tiga tradisi:

tradisi penafsiran tekstual, tradisi lisan, dan tradisi pengajaran. Selain ketiga tradisi tersebut, ada satu lagi tradisi yang pada masa itu masih disebarluaskan secara sembunyi-sembunyi. Tradisi ini disebut tradisi lojong.

Tradisi lojong ini dikaitkan dengan bodhicita dan merupakan ajaran dari Dharmakirti.

Adalah Je Tsongkhapa (1357-1419) yang kemudian menghidupkan kembali tradisi Kadam tersebut ke dalam aliran Gelug. Ia menggabungkan tradisi Kadam yang kini telah menyatu dengan banyak aliran pemikiran lain seperti Nyingma, Sakya dan Kagyu. Aliran Gelug ini saat ini merupakan salah satu aliran Buddha Tibet terbesar dan paling berpengaruh di dunia.

Melihat perkembangan bagaimana ajaran Bodhicitta Dharmakirti di Sriwijaya ditularkan kepada masyarakat Tibet dan terus diamalkan di sana, khususnya oleh para Gelugpa, maka tidak mengherankan jika tradisi Budha benar-benar berkembang di Indonesia pada periode ini.

Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menjalin hubungan erat dengan aliran pemikiran Gelug. Apalagi aliran Gelug mengklaim sebagai penerus langsung aliran Kadam yang didirikan oleh Atisha, murid Dharmakirti, biksu besar Sumatera pada masa Sriwijaya. Jadi, jika kita ingin mengetahui bagaimana ajaran Buddha diamalkan pada masa Sriwijaya dan Mahapahit, kita bisa melihatnya di Tibet. IC/AND/12/XII

 

Komentar Untuk Perkembangan Budha di Nusantara