Candi Borobudur dibangun oleh umat Buddha Mahayana pada puncak Dinasti Syailendra. Borobudur pertama kali dibangun atas prakarsa Raja Samaratungga sekitar tahun 824 Masehi. Meski begitu, Candi Borobudur selesai dibangun sekitar tahun 900 M pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani, putri Raja Samaratungga.Arsitek yang bertanggung jawab merancang candi adalah Gunadharma. Kemegahan Borobudur seolah hilang selama berabad-abad, terkubur dalam tanah dan abu vulkanik yang diyakini akibat letusan Gunung Merapi.
Namun candi tersebut berhasil dipugar pada masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles saat menjabat gubernur Jawa pada tahun 1911. Saat itu, Raffles meminta bantuan insinyur Belanda Christian Cornelius untuk memeriksa kondisi bangunan Candi Borobudur yang terkubur dan memperbaikinya. Candi Borobudur dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991 karena berbagai alasan, termasuk menjadi kompleks candi terbesar di Indonesia.
Candi Borobudur dipengaruhi oleh seni konstruksi Indonesia, khususnya teras punden. Artinya bangunan tersebut mempunyai banyak lapisan dan berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang yang menganut animisme dan dinamisme. Pada masa megalitik, pundek berundak selalu mempunyai tiga lantai yang masing-masing memiliki makna tersendiri.
Tingkat pertama melambangkan kehidupan di dalam rahim. Tingkat kedua melambangkan kehidupan di bumi dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah kematian.
Arsitektur Candi Borobudur
Menurut rangkaian pembangunan punden tangga yang dipadukan dengan ajaran Buddha, terdapat tiga bagian yang dilambangkan sebagai berikut.
Kamadhatu
Kamadhatu dipahami sebagai dunia bawah atau dunia nafsu. Sepanjang hidup, manusia terikat oleh nafsu dan juga dikendalikan oleh kemauan. Patung candi di lantai satu menggambarkan adegan-adegan dari kitab Karmawibangga, khususnya gambaran sebab akibat serta perbuatan baik dan buruk. Deretan relief tersebut tidak dapat terlihat sepenuhnya karena tertutup oleh luasnya dasar pagoda. Di sisi tenggara, relief tampak terbuka dan terlihat oleh pengunjung.
Alam wujud
Rupadhatu atau tingkatan kedua disamakan dengan dunia antara dunia penampakan, wujud, dan keberadaan. Di dunia ini, manusia telah melepaskan segala keinginannya namun masih terikat pada nama, penampilan, keberadaan dan wujud.
Alam Tanpa Bentuk
Arupadhatu atau tingkat tertinggi setara dengan alam yang lebih tinggi atau dunia tanpa wujud, wujud dan wujud. Pada tingkat ini, manusia bebas dan selamanya memutuskan segala hubungan dengan dunia fana. IC/AND/XII/13