Historica

Gegara Majapahit, Kekaisaran China Nyaris Krisis Keuangan

 

Menurut  berita Cina dan Eropa, didapati informasi   bahwa pada masa Majapahit telah dikenal berbagai jenis mata uang yang berfungsi sebagai alat tukar dalam transaksi perdagangan. Namun bukan itu yang menarik yang terjadi pada zaman Majapahit,  dalam kehidupan perekonomian Majapahit ternyata justru mata uang asing, terutama mata uang dari China   mempunyai peranan yang lebih besar daripada uang lokal.

Mulai zaman Majapahit awal berdiri, Jawa sudah mengimport mata uang kepeng Cina dari beberapa dinasti yang dijadikan alat pembayaran resmi. Uang kepeng tersebut berasal dari dinasti Tang (618-907),  Song (960-1279), Ming (1368-1644), dan Qing (1644-1911). Dari empat dinasti tersebut, jenis-jenis uang yang  paling banyak ditemukan di daerah Trowulan adalah dari dinasti Song.

Dan jika ditelusuri lebih dalam, kondisi ini terjadi karena maju dan lancarnya perdagangan internasional yang terjadi pada zaman itu. Saat itu  China banyak mengimport merica dan aneka rempah-rempah  dari Majapahit. Sebagai pembayarannya para saudagar itu memakai uang negerinya yang diterima dengan baik oleh pedagang Majapahit. Dampaknya,   banyak mata uang kepeng yang mengalir ke Majapahit tapi sedikit yang berputar kembali ke China. Hal ini menyebabkan persediaan kepeng di China menipis, para ahli sejarah menyebutkan kondisi sempat membuat kekaisaran China mengalami krisis keuangan.

Mata uang produksi China yang beredar di Majapahit

Di dalam kitab Tao i chih-lueb yang ditulis oleh r Wang Ta-yuan pada  1349 M menyebutkan jika   di Jawa terdapat tiga jenis mata uang, yaitu uang logam China, uang perak, dan uang yang dibuat dari campuran perak, timah, dan tembaga. Jenis mata uang yang dibuat dari campuran perak, timah, dan tembaga yang dimaksud mungkin adalah uang perunggu yang dipakai bersama-sama dengan uang perak merupakan uang lokal.

Kitab Ying-yat Shenglan  tulisan  Ma Huan pada sekitar 1433/1436 M, menyebutkan adanya uang logam yang berasal dari berbagai dinasti di Cina, dan penduduk menggunakan mata uang tersebut di dalam transaksi perdagangan.

Sementara Tome Pires di dalam  Suma Oriental yang ditulis di Malaka dan India pada 1512-1515 M menyebutkan bahwa pelabuhan di Jawa banyak dikunjungi oleh pedagang asing yang berasal dari India, Persia, Arab, dan China. Sedangkan mata uang yang berlaku di pasaran adalah mata uang Cina yang oleh Tome Pires disebut caixas, yang mungkin sama pengertiannya dengan sebutan pisis.

Temuan mata uang China kuno di berbagai situs Kerajaan Majapahit

Di Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur terdapat koleksi uang logam Cina sekitar 40.000 keping. Uang logam tersebut berasal dari berbagai dinasti terutama dinasti Song dan Ming. Banyaknya uang kepeng yang beredar pada masa Majapahit diperkuat dengan temuan-temuan celengan dari teracotta di daerah Trowulan baik dari koleksi museum maupun hasil ekskavasi pada 1989.

Di Trowulan terdapat 4 tipe uang logam China (kepeng), yaitu jenis Tang, Song, Ming dan Qing. Namun jika berdasarkan hiasan mata uang dapat dibedakan 2 bidang (juo), yaitu bidang muka (mein) dan belakang (pei). Bagian lainnya adalah lubang (bou) dan tepian keliling (kou). Bidang muka dihiasi  lukisan penting, legenda atau tulisan-tulisan sehingga bidang ini tampak lebih menyolok dan mudah dilihat dibandingkan dengan bidang lainnya. Pada bidang muka terdapat keterangan termasuk lukisan orang penting, senjata, tropi atau piala, cabang-cabang pohon dan penggambaran legenda atau inskripsi. Padabidangbelakang biasanya dicantumkan nama tempat cetak, nilai nominal ataupun pertanggalannya.

Mata uang logam Cina bidang muka mencantumkan legenda yang terdiri dari empat buah huruf yang terdapat diatas, bawah, kanan, dan kiri lubang segi empat. Legenda adalah atribut kuat mata uang logam Cina, karena selain sebagai hiasan juga sebagai sumber keterangan tentang gelar dan masa pemerintahan seorang kaisar Cina. Cara pembacaan legenda pada mata uang logam Cina ada 2 cara, yaitu: searah jarum jam dimulai dari atas; kedua, dari atas ke bawah, kanan ke kiri. Pada bidang belakang dicantumkan nama tempat cetak dalam tulisan Cina, Mongol ataupun Manchu.

Di samping mata uang kepeng, di Museum Trowulan terdapat koleksi uang gobog dan uang perak. Uang gobog yang ada berukuran 0 = 5,60 – 7,70 cm, bentuknya bulat. Koleksi uang gobog yang ada sejumlah 13 buah. Uang gobog juga terdiri dari dua sisi salah satu sisinya bergambar wa-yang antara lain Srikandi, Arjuna, Semar, dan Togog. Sisi lainnya memuat angka tahun (?) yang mungkin dari sekitar abad XV – XVI M. Ukuran uang gobog dari Trowulan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang gobog besar, yang berukuran 67,4 -77 cm, tebal 0,2 cm; dan yang berukuran kecil dengan 05,0 – 5,6 cm, tebal 0,2 cm. Di tengah-tengah uang tersebut terdapat lubang berbentuk bujur sangkar seperti uang kepeng. Oleh karena jumlahnya yang sedikit dan ukurannya yang besar serta bentuknya yang khusus, maka mungkin uang gobog tersebut hanya dibuat pada peristiwa-peristiwa khusus.

Mata uang jenis lain yang disimpan di museum Trowulan adalah uang perak sejumlah 82 keping. Sayang sekali tidak diketahui asal temuan uang perak tersebut. Uang perak tersebut berbentuk bulat seperti buah baju (kancing baju). Pada salah satu sisinya terdapat tulisan huruf Prenagari ma (singkatan dari masa), yaitu salah satu satuan ukuran mata uang kuno. Ukuran rata-rata 0 = 1,5 cm dan tebalnya 0,1 cm. IC/AND/XII/18

Share
Published by
Wisnu