Pendangkalan yang terus terjadi, membuat pelabuhan ini akhirnya ditinggalkan. Masa-masa keemasan itu akhir hilang dengan kemunculan Tanjung Priok.
Kesultanan Demak tidak senang dengan pernjanjian antara Kerajaan Padjajaran dengan Portugis. Menurut Demak, kesepakatan itu adalah ancaman. Dengan cepat Demak bereaksi dengan mengirimkan Fatahillah untuk memberikan serangan pada Portugis sekaligus Sunda Kelapa.
Rencana ini bukan omong kosong, bersekutu dengan Cirebon, Demak mempersiapkan sebuah serangan besar ke Sunda Kelapa.
Pada 22 Juni 1527, pasukan aliansi Demak dan Cirebon merebut Pelabuhan Kalapa. Serangan bergelombang itu mampu meruntuhkan pertahanan Portugis yang memiliki aneka senjata modern. Setelah merebut Sunda Kelapa, Fatahilah lantas mengganti nama wilayah tersebut menjadi Jayakarta. 22 Juni ini lantas diabadikan sebagai tanggal hari jadi kota Jakarta hingga sekarang.
Setelah Demak berkuasa, Para penjelajah Belanda yang dipimpinan Cornelis de Houtman mendarat pertama kali tiba di pelabuhan Sunda Kelapa pada 1596. Mereka mencari cengkih, lada, pala dan barang-barang lainnya, karena pada saat itu rempah-rempah merupakan komoditas super mahal di Eropa, karena dipercaya bermanfaat sebagai seperti penyedap makanan, pengawet, obat-obatan, penghangat tubuh, parfum dan lain sebagainya.
Lampu suar yang membimbing kapal di Sunda Kelapa, Source: wiki
Pada 1610, Belanda bersepakat dengan Pangeran Jayawikarta atau Wijayakarta penguasa Jayakarta untuk membangun gudang dan kantor perdagangan di sebelah timur muara sungai Ciliwung. Pangeran Jayawikarta mengizinkan Belanda membangun. Belanda benar-benar mendapat keuntungan besar dari kesepakatan tersebut. Kini mereka mengontrol penuh perdagangan rempah di Jayakarta.
Melihat keuntungan yang pesat, Belanda akhirnya memutuskan untuk melakukan mengambil alih kekuasan pada Jayakarta. Pada 30 Mei 1619, Jayakarta mendapat serangan laut dan darat yang dilakukan oleh Belanda dibawah komando Jan Pieterszoon Coen.
Untuk menandai kemenangan yang gemilang itu, JP Coen memberi nama baru pada Jayakarta menjadi Batavia, merujuk nama suku yang berada diperbatasan Jerman Belanda.
Pada era kolonial Belanda inilah, pelabuhan Sunda Kepala mengalami perkembangan yang sangat pesat. Beberapa renovasi pada membangunan dilakukan secara besar-besaran. Awalnya pelabuhan Sunda Kelapa yang hanya memiliki kanaal sepanjang 810 m, diperpanjang menjadi 1825 m.
Lebaran kanal juga ditambah untuk memberikan kesempatan bongkar muat kapal menjadi lebih cepat. Bangunan penunjang juga disediakan, seperti katrol-katrol untuk memindah barang, lampu suar dan lain sebagainya.
Source: 1001indonesia
Namun masa gilang gemilang ini juga tidak berlangsung lama. Memasuki abad ke-19 masalah demi masalah mulai muncul. Pelabuhan Batavia di Sunda Kelapa ini mulai sepi kunjungan kapal. Faktor yang membuat kapal-kapal ini enggan lego jangkar adalah, dangkalnya perairan muara Batavia. Sering kali dilaporkan adanya kapal-kapal besar yang kandas karena terjebak lumpur dan pasir di muara.
Faktor lain adalah dibukanya Terusan Suez di Mesir. Ketika Suez dibuka, arus keluar masuk kapal menjadi lebih cepat lagi. Pelabuhan Batavia tidak mampu mengimbangi lonjakan lalu lintas pelayaran ini karena pendangkalan yang terus terjadi. Akibatnya pengelola pelabuhan merasa banyak mengalami kerugian, hingga Belanda memutuskan untuk membuat pelabuhan baru bagi Batavia.
Belanda memutuskan untuk mengembangkan pelabuhan baru di daerah Tanjung Priok. Tanjung Priok kemudian berhasil berkembang menjadi pelabuhan terbesar dan modern di Hindia Belanda. Pelan-pelan, peran Pelabuhan Sunda Kelapa digantikan dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok.
Pada 1942, ketika Jepang berkuasa, nama Batavia diubah menjadi Jakarta, dan Jepang lebih memilih untuk meneruskan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utamanya hingga Indonesia merdeka. IC/III/AND (habis).
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia