Raja Bali, Pencetus Pencarian Situs Majapahit
Menyingkap rahasia kehidupan masa lalu tak bisa dilepaskan dari dunia arkeologi. Perkembangan dunia arkeologi di Indonesia tidak dapat lepas dari beberapa tokoh-tokoh arkeologi berkebangsaan bangsa Belanda. Para ahli-ahli Belanda inilah , yang pernah malang melintang di situs-situs yang mengandung tinggalan budaya masa lampau di Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatra.
Hal ini adalah sebuah kewajaran dan dapat dimaklumi, karena pada waktu itu Nusantara masih dijajah dan di bawah cengkraman kekuasaan Belanda. Semua hal yang menyangkut administrasi pemerintahan dan tata laksananya harus melalui dan mendapat izin dari pemerintah colonial Hindia Belanda.
Meski begitu bukan berarti orang-orang Nusantara sendiri tidak peduli dengan warisan budaya leluhurnya. Orang-orang Nusantara sangat peduli dengan budaya mereka. Hanya saja peranan mereka sengaja ditutup-tutupi atau dikaburkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Adalah penguasa Bali abad ke-18 yang sangat menaruh minat aktif pada reruntuhan Majapahit di Trowulan. Raja Bali ini memang sempat berada di Jawa selama pemberontakan atau perang Surapati pada sekitar 1686-1703. Bahkan banyak catatan yang menyebutkan beliau masih berada di Jawa hingga 1718 saat Perang Surabaya meletus.
Ketika itu, militer Belanda memang meminta bantuan kepada beberapa raja lokal karena terbatasnya jumlah pasukan mereka. Keterlibatan tentara Bali yang cukup besar dan signifikan di Jawa Timur. Raja Bali merespon permintaan Belanda itu dengan mengirimkan pasukan perang mereka ke Jawa.
Selepas perang, penguasa pertama kerajaan Mengwi di Bali, Gusti Agung Anom, sempat berziarah ke situs kota kerajaan pada sekitar 1714. Banyak yang tidak mengetahui ini, jika ziarah Raja Gusti Anom yang merubah wajah dunia arkeologi di Indonesia.
Historiografi istana Klungkung Bali, menuliskan Kidung Pamañcangah Jawa Tengah, pada awal abad ke-19 oleh orang Bali tanpa nama penulis, mengacu pada ibukota kuno Majapahit dan beberapa landmark di dalam kota. Dari tulisan ini kemudian sebagian besar masih dapat diidentifikasi di lokasi ibukota Majapahit oleh arkeolog Belanda, Wardenaar.
Dalam urutan terbalik, teks Jawa Tengah menggambarkan dari utara ke selatan ditemukan: kolam Segaran, alun-alun, pekarangan pangastryan atau wanguntur dan keraton. Ada kemungkinan proses pemetaan Wardenaar, tentang penggambaran gambaran Majapahit dalam Kidung Pamañcangah bertumpu pada tradisi lisan, mungkin berdasarkan kunjungan orang Bali ke Trowulan pada abad ke-17 atau awal abad ke-18. IC/AND/XI/07