Historica

Pertanian Majapahit Puncak Evolusi Budaya

 

Kali ini kita akan bahas pertanian era Majapahit. Sejarah Indonesia mencatat kerajaan Majapahit sebagai kerajaan besar yang wilayahnya meliputi hampir seluruh pulau di Nusantara. Bahkan Nagarakrtagama mencatat puluhan wilayah dan kerajaan menyerahkan upeti kepada raja Majapahit, mulai dari Semenanjung Malaya di sebelah barat, Brunei di sebelah utara hingga Pulau Timor dan bahkan Irian Jaya di sebelah timur.

Kemampuannnya menguasai wilayah Nusantara yang amat luas itu memberikan bukti bahwa Majapahit pada masa kejayaannya tentu merupakan kerajaan maritim yang disegani. Mengingat konstelasi politik di kawasan Asia Tenggara saat itu, armada laut yang kuat memang amat dibutuhkan oleh Majapahit apabila kerajaan ini ingin tetap mempertahankan pengaruh dan kewibawannya.

Namun di balik kedigdayaan armada laut itu, Majapahit pada dasarnya adalah kerajaan agraris yang mengandalkan pertanian sebagai tiang utama penyangga ekonomi kerajaan. Armada laut menjadi kuat karena ditopang oleh kehidupan pertanian yang sudah mapan dan kuat.

Beras tetap merupakan tulang punggung ekonomi kerajaan. Hasil pertanian sawah ini tidak saja mampu memenuhi kebutuhan lokal tapi juga menjadi komoditas ekspor. Beras dibawa armada kerajaan ke Maluku untuk diperdagangkan atau dipertukarkan dengan rempah-rempah. Selanjutnya rempah-rempah yang diperoleh itu dipertukarkan atau diperdagangkan dengan para pedagang yang datang dari negara lain, terutama Cina dan India. Dari perdagangan itulah, keluarga kerajaan mendapatkan kain sutera keramik, dan benda-benda logam tertentu. Keuntungan yang diperoleh dari penguasaan atas perdagangan beras itu rupanya telah mendorong para pejabat kerajaan memacu peningkatan hasil beras yang ditanam oleh petani.

Kelebihan beras yang dihasilkan oleh petani Majapahit setidak-tidaknya menyiratkan kecanggihan sistem bercocok tanam pada masyarakat Majapahit. Berbagai data sejarah arkeologi memberikan gambaran  yang kurang lebih sama tentang kemajuan teknologi pertanian masa itu. Tidak sedikit prasasti yang menyebutkan tentang pembangunan sarana irigasi, dan penetapan tata cara penggunaannya serta pengelolaannya.

Kitab-kitab sastra serta relief-relief candi juga memberikan gambaran penggarapan sawah dan lahan pertanian era Majapahit lain dengan cara-cara maju. Penggunaan bajak di sawah, tata cara persemian, dan penanggulangan hama hanyalah beberapa contoh gambaran tentang penggarapan sektor pertanian yang intensif. Teknologi yang cukup maju itu didukung pula dengan sistem organisasi desa yang mapan dengan memberi peran besar pada perangkat pengelola sektor pertanian.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika van Setten van der Meer berpendapat bahwa puncak perkembangan organisasi pengairan pada masa Jawa Kuno terjadi setelah kerajaan Majapahit berdiri pada abad XIII. Dan, tidak mengherankan pula jika para petani Majapahit kala itu mampu mengumpulkan cukup banyak uang pirak (perak) dari panenan sawahnya, jika mereka bertani dengan baik dan rajin itu menjadi bukti bahwa kemantapan dan kemapanan sIstem pertanian sudah terjadi pada masa Majapahit. Dan pertanian ini menjadi factor yang paling besar peranannya dalam mendukung keberadaan dan kebesaran Majapahit.

Namun sejatinya capaian itu bukan tiba-tiba. Melalui proses panjang masyarakat Jawa sudah mengenal bercocok tanam dengan teknologi maju. Proses panjang itu adalah evolusi teknologi pertanian yang mencapai puncaknya pada masa Majapahit.IC/AND/XII/10

Share
Published by
Wisnu