Ketika Majapahit memasuki era keemasan pada pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, Kerajaan ini menjadi sebuah Negara besar yang segani bahkan menguasai kawasan hampir meliputi seluruh Asia Tenggara. Beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk. Majapahit membagi kerajaannya kedalam beberapa wilayah sebagai berikut :
Negara Agung alias Negara Utama, inti kerajaan, yakni area Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Wilayahnya meliputi ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya, raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre atau bangsawan, yang masih kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung, wilayah ini secara langsung wajib membayar upeti tahunan. Wilayah ini memiliki penguasa atau raja pribumi, yang membentuk aliansi atau bahkan menikah dengan anggota keluarga kerajaan Majapahit. Raja menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri serta memungut pajak. Penguasa wilayah ini menikmati otonomi internal yang cukup penting dan berkelimpahan. Wilayah Manca Negara adalah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dramasraya (Palembang), Pagaruyung, dan Lampung.
Nusantara, adalah wilayah yang tidak merefleksikan kebudayaan Jawa, namun mereka adalah Negara atau wilayah koloni yang harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di wilayah ini. Namun tantangan atau pemberontakan apa pun yang terlihat mengancam Majapahit akan menghasilkan reaksi keras. Wilayah ini Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
source : mongabay
Hubungan Diplomatik
Ketiga kategori di atas termasuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal zona keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri, yang terkenal dengan istilah Mitreka Satata. Secara harafiah mitreka Satata adalah “mitra dengan tatanan yang sama“. Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan bawahan atau koloni Majapahit.
Menurut Nāgarakṛtāgama pupuh 15, hubungan diplomatik dengan bangsa asing itu seperti Syangkayodhyapura (Ayutthaya dari Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa (Kamboja), dan Yawana (Annam).
Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti Cina dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Mitreka Satata ini bersumber dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman keemasan kerajaan Majapahit. Semboyan Mitreka Satata ini dipakai oleh Mahapatih kerajaan Majapahit yaitu Gajah Mada. Sebagai landasan dalam menjalankan politik luar negeri Majapahit yang bersifat sahabat, hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara tetangga. IC/AND/XV/19