Keengganan untuk tunduk kepada kekuasaan Mataram membuat Penembahan Senopati Murka. Ki Ageng Mangir memang bukan sosok yang sembarangan. Sesakti apa sosoknya?
********************
Ambisi Panembahan Senopati yang begitu besar telah mengantarkan Kerajaan Mataram menggapai kemajuan pesat. Kerajaan yang berada di pedalaman Jawa itu mengalami masa kegemilangan. Bahkan beberapa kerajaan kecil yang ada disekitar Mataram, satu per satu ditaklukkan dan dipersatukan dibawah bendera Mataram.
Namun sayang, dari sekian banyak kerajaan yang berhasil ditaklukkan atau bergabung secara sukarela, Panembahan Senopati dibuat gusar oleh sebuah kadipaten kecil yang menolak untuk mengakui kekuasaan Mataram. Tentu saja ini dipandang bukan lawan yang sebanding, dengan kebesaran Mataram ketika itu.
Kadipaten itu adalah Kadipaten Mangir. Sebagai adipati, Ki Ageng Mangir memang miliki alasan yang kuat untuk tidak tunduk atau meleburkan diri kepada Mataram. Hal ini karena sejak zaman Majapahit, wilayah Mangir adalah wilayah yang telah mendapatkan hak keistimewaan sebagai tanah perdikan. Karena wilayah perdikan, Kadipaten Mangir tidak pernah dibebani pajak. Bukan itu saja, Kadipaten Mangir juga diberi kebebasan untuk mengatur pemerintahannya sendiri alias swapraja.
Pusaka Sakti Ki Ageng Mangir, Kyai Baruklinting
Namun sayangnya, meski memiliki jumlah pasukan yang begitu besar dan kuat, Mataram dibawah kepemimpinan Panembahan Senopati seolah dan terlihat ragu bila tidak ingin disebut takut, saat harus berperang dan menyerang untuk menundukkan Kadipaten Mangir.
Konon keengganan untuk menaklukkan Mangir ini karena, sang adipati memiliki pusaka yang teramat sakti. Bisa bayangkan betapa besar kekuatannya, hingga kerajaan besar sekaliber Mataram harus berpikir ulang bila hendak menyerang. Pusaka tersebut adalah sebilah tombak yang bernama Kyai Baruklinting. Pusaka ini memang membuat raja manapun harus berpikir keras saat akan menyerang Mangir termasuk Panembahan Senopati.
Kedahsyatan pusaka ini memang sudah lama dikenal. Dengan senjata yang konon dibuat dari lidah seekor naga itu, Ki Ageng Mangir bisa mengalahkan lawan-lawannya dan menjaga Kadipaten Mangir dari berbagai bencana.
Mangir bagaikan duri dalam daging bagi Panembahan Senopati. Karena itulah dia melakukan berbagai upaya untuk bisa menguasai wilayah ini. Dan Ki Ageng Karanglo mengusulkan untuk mengumpankan Rara Pembayun guna menaklukkan sang adipati.
Penyamaran Rara Pembayun, Putri Panembahan Senopati
Penyamaran Rara Pembayun dan kawan-kawannya sebagai rombongan penari ledek ternyata cukup berhasil. Lakon sandiwara yang disusun Ki Ageng Karanglo benar-benar mampu memukau penduduk Kadipaten termasuk Ki Ageng Mangir. Kagum dan terpesona pada kecantikan Rara Pembayun membuat Ki Ageng Mangir jatuh cinta. Hingga akhirnya Ki Ageng Mangir memutuskan mempersunting Rara Pembayun sebagai istrinya.
Keputusan berani itu sama artinya dengan Mangir telah masuk perangkap permainan yang digagas oleh Ki Ageng Karanglo. Keputusan itu menjadi langkah maju atas rencana Panembahan Senopati untuk mewujudkan ambisinya.
Dan memang benar, setelah hamil, Rara Pembayun mendapat pesan dari keraton agar pulang membawa Ki Ageng Mangir. Disinilah awal malapetaka itu bermula. Tradisi Jawa mengharuskan orang yang menghadap raja tidak boleh membawa senjata apapun. Karena saat menghadap sang raja, Ki Ageng Mangir tentu tidak diperkenankan membawa senjata andalannya, Kyai Baru Klinting.
Dan tanpa senjata itu, sama artinya Ki Ageng Mangir bagaikan orang biasa yang tanpa kekuatan. Hingga akhirnya saat sungkem di depan Panembahan Senopati, Ki Ageng Mangir terbunuh dengan cara yang tragis. Kepalanya dibenturkan oleh Raja Mataram itu ke batu gilang tempat pijakan kakinya. Kepala Ki Ageng Mangir pecah, dan ajal menjemputnya di kaki Panembahan Senopati.
Kisah Rara Pembayun Setelah Tewasnya Ki Ageng Mangir
Melihat suaminya tewas secara mengenaskan membuat Rara Pembayun merasakan kesedihan yang teramat dalam. Tidak senang dengan sikap putrinya yang bersedih atas kematian musuh Mataram, Panembahan Senopati murka dan mengusirnya dari kerajaan. Apalagi setelah Rara Pembayun menolak untuk menggugurkan kandungannya. Perempuan ini akhirnya ditampung di rumah Ki Ageng Karanglo dan diangkat anak oleh oleh penguasa desa Karanglo itu. Dan kemudian dinikahkan dengan putra Ki Ageng Karanglo.
Sementara kematian Ki Ageng Mangir memang telah membuat hati Panembahan Senopati puas, tapi disatu sisi ia juga sedih karena harus kehilangan putrinya. Karena itulah ia akhirnya harus berbesar hati untuk mengakui bahwa Ki Ageng Mangir adalah bagian dari keluarganya.
Makam Ki Ageng Mangir
Jasadnya kemudian di makamkan di komplek makan keluarga. Hanya saja ada yang menarik dari makamnya, separuh jasad dari sang tokoh berada di dalam tembok dan separuh diluar. Yang berarti bahwa meski diakui sebagai keluarga tapi Ki Ageng Mangir tetaplah musuh Panembahan Senopati.
Dari Kisah ini, bisa dilihat bahwa sosok pusaka kyai Baru Klinting memang memiliki peran yang sangat vital. Pusaka inilah yang membuat Ki Ageng Mangir begitu kuat serta membuat Panembahan Senopati ketakutan. Karena itulah, sepeninggal Ki Ageng mangir, pusaka sakti itu akhirnya dimiliki oleh Mataram. Dan hal ini membuat Mataram semakin berkembang hingga menjadi kerajaan besar. IC/VI/AND/24
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia