Categories: News

Batu Ratu Ngurah Seliksik Berkah Bagi yang Sulit Momongan

Sebuah batu tumbuh dan membesar di rumah salah seorang warga di Banjar Kedaton, Denpasar. Warga mempercayai batu bisa memberikan berkah keturunan bagi pasangan yang susah punya momongan.

Tidak ada yang tahu pasti kapan batu itu sudah teronggok di rumah Made Retog. Namun warga meyakini batu itu ada penunggunya. Karena itu batu itu dikeramatkan. Kain poleng (loreng) sepertinya tak pernah lepas membungkus batu tersebut, seperti kamben melingkari bagian bawah tubuh manusia.

Tedung (payung) yang juga berwarna poleng, dipajang di sisi kanannya. Sementara sesaji canang berupa rangkaian bunga, tak pernah kosong di depan batu, menandakan bahwa batu itu dikeramatkan warga setempat. Setiap hari, warga setempat menghaturkan sesaji persembahan untuk penunggu batu, memohon agar mereka selalu dijaga dan diberi berkah.

Warga menghormati dan mengeramatkan batu ini karena mereka percaya batu ini ada penunggunya. “Penunggu gaib batu ini bernama Ratu Nglurah Seliksik,” ujar Made Retog, juru kunci dan pemilik tempat batu tersebut.

Penunggu batu ini, jelasnya, adalah dewa dari para balian tenung (dukun terawangan). Orang yang menekuni profresi sebagai dukun terawangan, akan memuja Ratu Ngurah Seliksik. Dengan demikian, mereka akan dengan mudah mengetahui berbagai masalah yang dihadapi orang yang meminta pertolongan.

Ratu Ngurah Seliksik tidak hanya sebatas memberkati dukun terawangan untuk mengobati orang sakit, tetapi juga membukakan jalan bagi para balian meluasan. Balian meluasan biasanya bertugas menurunkan roh leluhur untuk dimintai penjelasan. Ketika umat Hindu Bali hendak melaksanakan upacara ngaben, roh orang yang hendak diupacarai ditanyai dulu lewat balian meluasan.

Menurut Retog, salah satu kakeknya pernah menjadi balian meluasan tersohor di Kesiman. Banyak orang minta bantuannya untuk menurunkan roh leluhur dengan memuja Ratu Nglurah Seliksik yang berstana di batu tersebut. Namun setelah kakeknya meninggal, tidak ada lagi keluarganya yang meneruskan profesi itu.

Berkah Keturunan

Kendati demikian, banyak orang datang ke tempatnya untuk memohon berkah. “Mereka datang dari berbagai daerah dengan tujuan berbeda-beda,” kata lelaki sepuh ini. Warga dari Bukit, Jimbaran Badung pernah datang membawa sesaji, kain dan pajeng (payung) hendak dihaturkan sebagai persembahan. Menurut warga itu, ia hendak membayar khaul karena permohonannya terkabulkan.

Sebelumnya warga itu pernah datang ke batu itu untuk memohon keturunan karena telah lama menikah tetapi tak kujung punya anak. Setelah memohon ke Ratu Nglurah Seliksik, permohonannya terkabulkan.

Tak terhitung jumlah orang yang datang ke tempat batu ini. Selain membayar khaul karena telah diberkati keturunan, banyak di antaranya yang memohon berkah. Ada yang memohon kesembuhan, rejeki, baik pangkat dan jabatan dan usaha.

Banyak orang sudah membuktikan kemukjizatan di balik batu itu karena banyak yang datang melakukan pemujaan dan membayar khaul. Terbukti, tiap upacara yang disebut piodalan, banyak orang datang dari berbagai pelosok daerah.

Menurut Retog, upacara dilakukan sebanyak empat kali dalam setahun. Upacara ini terkait dengan piodalan yang dilaksanakan di beberapa tempat suci di kawasan itu karena tempat batu ini berdekatan dengan sanggah (pemujaan) milik keluarga Retog dan pura di sebelahnya. Bila dilaksanakan piodalan (upacara) di kedua tempat itu, maka batu ini juga diberi persembahan. Saat itulah banyak orang datang untuk membayar khaul dan sembahyang.

Sejarah

Tidak ada yang tahu pasti kapan batu itu muncul dari permukaan tanah. Yang jelas, kata Retog, ia sudah mewarisi batu seperti sekarang ini sejak baru lahir sekitar 1930-an. “Saya melihat batu ini sudah bertengger di halaman rumah saya sejak saya baru lahir,” terangnya.

Menurut cerita turun-temurun kakek moyangnya, konon batu ini dulunya hanya seukuran periuk tanah yang berdiameter sekitar 20 cm. Batu itu muncul dari tanah di sebelah utara rumahnya atau halaman sanggah (tempat suci keluarga). Makin lama batu itu terus membesar hingga berdiameter sekitar satu meter.

Kejadian ini dianggap sebagai sebuah keajaiban karena tidak mungkin sebuah batu bisa tumbuh membesar seperti benda hidup. Sejak itu, batu itu kemudian dikeramatkan kakek moyang Made Retog hingga sekarang. Batu itu kemudian diberi pagar pembatas dari bata merah sebagai bentuk dikeramatkannya benda yang dianggap aneh itu. Oleh keluarga Retog, batu ini dipuja sebagai stana (tempat) Ratu Ngurah Seliksik.

Menurut Retog, keberadaan batu ini juga dikaitkan dengan sejarah keberadaan Desa Bukit Buwung. Konon tanah desa ini dulunya terus tumbuh tinggi dan hendak menjadi daerah perbukitan. Yang jelas, struktur pembentuk batu itu mirip tanah batu padas. Tapi entah bagaimana prosesnya, batu makin membesar. Namun hal itu merupakan bagian dari kekuatan alam yang tak bisa dipungkiri harus terjadi pada masanya sebagai pengingat bahwa manusia harus selalu ingat kepada sang Pencipta. IC/XI/ANA/06

 

Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia

Share
Published by
Indonesian Culture