Secara umum tata kota dan arsitektur bangunan di Majapahit sudah sangat modern dan bagus pada zamannya. Sebagai ibukota kerajaan yang memiliki wilayah hamper seluar Asia Tenggara, ibukota atay Kota Raja akan menjadi cermin sekaligus simbol kebesaran dari imperium Majapahit.
Semua bangunan di kota memiliki selokan terbuka selebar sekitar 8 cm dengan kedalaman 10 cm. Kaki bangunan selokan dibuat mengikuti bentuk bangunan tangga dari bangunan diatasnya. Saluran buang atau selokan itu disusun dari satuan batu bata hingga mendapatkan struktur selokan yang sangat kuat dengan perhitungan tepat agar air dapat mengalir atau dialirkan dengan cepat. bata sehingga struktur selokan lebih kuat, dan airnya bisa mengalir lebih cepat.
Halaman bangunannya ditutup dengan struktur kotak-kotak, masing-masing kotak dibatasi dengan bata yang dipasang rebah pada keempat sisi-sisinya. Struktur halaman terbingkai batu bata itu lantas ditutupi atau dipasang dengan batu-batu bulat memenuhi seluruh bidang. Batu bulat-bulat ini membuat tanah pada halaman itu tidak becek pada musim penghujan.
Temuan ini juga mengarah pada teori, jika tubuh bangunan didirikan di atas batur atau batu umpak setinggi 60 cm. Dari batur setinggi itu diperkirakan bangunan diatasnya bukan dibuat dari batu bata melainkan dari kayu atau papan. Para ahli menduga tubuh bangunan dibuat dari kayu atau anyaman bambu atau gedek. Tentu saja tiang-tiang kayu penyangga atap sudah hancur, dan tersisa umpak batunya saja.
Mengacu pada temuan artefak, kemungkinan atap bangunan diperkirakan memiliki kemiringan antara 35-60 derajat, hal ini karena Kawasan di Majapahit memiliki curah hujan yang relative tinggi. Atap tersebut ditutup dengan rangkaian genteng berbentuk empat persegi panjang yang memiliki ukuran 24 x 13 x 0,9 cm. Dengan luasan tersebut, diperkirakan jumlah genteng yang dipakai sekitar 800 sampai 1000 keping. Pada puncak-puncak dan pertemuan genteng tersebut ditutup dengan bubungan dan kemuncak dengan ujung-ujung jurainya dipasang hiasan ukel beraneka macam.
Rekonstruksi bangunan rumah di Kota Raja ini masih bisa diperbandingkan dengan bentuk-bentuk rumah serta pernak-perniknya artefak sezaman berupa relief pada candi, temuan terakota model-model bangunan, jenis penutup atap berupa sirap, ijuk, bambu atau genteng. Bahkan beberapa model rumah tersebut masih dipakai oleh penduduk Sebagian besar di Jawa dan Bali.
Bentuk dan jenis bangunan rumah Majapahit ini tak lepas dari status sosial pemilik rumah. Namun terlepas dari itu semua, ada sisi menarik dari temuan situs pemukiman tersebut, yakni penduduk Majapahit di Trowulan telah memiliki pemahaman dengan menggabungkan segi fungsi dengan estetika. Hal ini dibuktikan dengan tata letak dan pembuatan halaman atau teras rumah yang didesain untuk mencegah genangan air. Sementara untuk mencegah tanah yang lembek akibat curah hujan, mereka telah menggunakan penggerasan dengan krakal atau batu-batu bulat yang dibingkai dengan batu bata.
Juga telah mengenal selokan sebagai saluran pembuangan air dari rumah dan halaman mereka ke aliran sungai. Juga ditemukan jambangan air dari terakota besar dengan kendi berhias. Hal ini sudah cukup membuktikan bagaimana mereka membuat hunian yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Meski bangunan rumah dengan ukuran yang relatif kecil, namun mereka memiliki halaman yang cukup luas hingga 200 meter persegi. Jika dilihat, model hunian seperti itu masih dapat dilihat pada bentuk-bentuk rumah di Bali pada masa sekarang ini. IC/AND/XV/07