Jaya Negara adalah Raja kedua Majapahit naik tahta selepas kemangkatan ayahnya Dyah Wijaya. Negara Kertagama menuliskan Jaya Negara naik tahta pada 1309 Masehi bergelar Abhiseka Wiralandaghopala. Jaya Negara sendiri anak laki-laki satu-satunya dari Dyah Wijaya dari istri selir Indradewi atau Dara Petak seorang Putri Melayu dari Kerajaan Dhamasraya.
Meski anak selir tetapi sejak kecil ia diakui anak oleh permaisuri Sri Prameswari Dyah Dewi Tribuaneswari, secara otomatis kedudukan Jaya Negara berubah menjadi Putra Mahkota, apalagi Permaisuri tidak mempunyai anak laki-laki sehingga kedudukan Jaya Negara sebagai penerus tahta tidak ada yang membantah.
Pada masa pemerintahan Jaya Negara, Majapahit dalam kondisi dirundung berbagai masalah. Ditambah lagi hasutan Dyah Halayuda yang dikenal memiliki hati culas dan menghalalkan segala cara demi memperoleh jabatan sebagai Mahapatih. Beberapa kali terjadi pemberontakan akibat hasutan Dyah Halyuda, diantaranya Pemberontakan Mahapatih Nambi, dan Pemberontakan Ra Kuti. Meski semua pemberontakan dapat dipadamkan Jaya Negara, dan Dyah Halayuda, biang perusak kerajaanpun berhasil dibunuh Gajah Mada, namun bara api pemberontakan rupanya masih tetap ada.
Ra Tanca salah satu dari tujuh pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai tabib istana menyimpan dendam dalam-dalam terhadap Jaya Negara. Dalam Serat Pararaton disebutkan bahwa dendam Jaya Negara muncul selepas istrinya diperlakukan tidak senonoh oleh Raja, selain itu, ia juga masih menyimpan dendam terhadap kematian teman-teman seperjuangannya di Dharmaputra.
Ra Tanca tidak menyukai kelakuan Jaya Negara yang a moral, dalam serat Pararaton, Jaya Negara dikisahkan sebagai Raja yang banyak membuat kecewa dan sengsara rakyat, juga dikenal sebagai Raja yang mau mengawini adik perempuannya sendiri agar tahta Majapahit tetap utuh ditangannya.
Membunuh Jaya Negara terbilang suasah, sebab selain seorang Raja yang selalu dijaga ketat oleh Para Bhayangkara, Jaya Negara juga memiliki ilmu kebal, begitulah yang diinformasikan serat Pararaton pada bagian ke 8. Meskipun begitu Ra Tanca rupanya punya teknik jitu untuk membunuhnya.
Kemuakan Ra Tanca pada Jaya Negara melahirkan rencana pembunuhan, ia berniat menghabisinya. Akan tetapi karena ketatanya penjagaan, Ra Tanca memilih untuk bersabar, hingga suatu ketika datang kesempatan yang ia tunggu-tunggu. Suatu ketika Jaya Negara menderita sakit bisul, ada juga sumber yang menyebutkan raja terkena penyakit kelamin, beberapa bagian tubuhnya mengalami bengkak. Setelah mendapat perintah Gajahmada untuk mengobati raja, Tanca memberkali dirinya dengan sebilah belati yang ia sembunyikan dibalik pakaiannya.
Saat berada di kamar dan hanya berdua dengan raja, Tanca mencoba membedah bisul raja. Saat itulah ia mengetahui bahwa kulit Jaya Negara dapat ditembus benda tajam tidak seperti mitos yang selama ini menyatakan raja punya ilmu kebal. Mendapati kesempatan berharga ini, Tanca langsung mengambil belati dan menusukkan pada Jaya Negara hingga ia mengerang kesakitan hingga menghembuskan nafas terakhirnya.
Teriakan Jaya Negara itu rupanya menyadarkan Gajahmada bahwa telah terjadi sesuatu yang buruk pada raja. Bergegas ia masuk ke kamar dengan senjata terhunus. Di depannya berdiri Tanca yang juga menghunus belati yang masih berlumuran darah, dalam posisi membelakanginya. Dengan sigap, Gajahmada melumpuhkan Tanca dengan menancapkan senjatanya. Baik Tanca maupun Jaya Negara menghembuskan nafas terakhirnya. IC/AND/XV/14