Kerajaan Gowa Tallo berdiri pada sekitar abad ke-16, kerajaan bercorak Islam terbesar di Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa Tallo dikenal juga sebagai Kerajaan Makassar. Kerajaan ini sebenarnya adalah kerajaan gabungan dari Kerajaan Gowa serta Kerajaan Tallo yang dimiliki oleh dua bersaudara. Pada pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Khallona, kedua kerajaan ini dipersatukan. Gowa dan Tallo bersatu atas dasar kesepakatan. Hal ini membuat rakyatnya tidak memihak siapapun namun memiliki dua raja yang masing-masing punya wilayah kekuasaan.
Pada akhir abad ke-16, Sultan Alauddin jadi sultan Islam pertama di Kerajaan Gowa Tallo. Hal ini sekaligus menjadi tanda Kerajaan Gowa Tallo sebagai kesultanan Islam. Sejak itu pertumbuhan Islam di Gowa semakin pesat. Pada tahun kedua pemerintahan sultan Alaudin, seluruh rakyat berhasil di Islamkan.
Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak masa keemasannya saat dipimpinan Sultan Hasanuddin pada 1653-1669. Raja Gowa ke-16 yang juga pahlawan nasional ini berhasil memajukan pendidikan dan kebudayaan Gowa Tallo. Sultan Hasanuddin yang berjuluk Ayam Jantan dari Timur ini menentang keras kehadiran VOC saat menguasai sebagian kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi.
Pada masa keemasan Kesultanan Gowa Tallo, Makasar menjadi pusat perdagangan terbesar di Indonesia bagian timur. Banyak saudagar muslim dari segala penjuru datang ke Gowa dengan tujuan untuk berdagang. Kesultanan Gowa Tallo adalah kerajaan maritim karena sebagian besar masyarakatnya adalah pelaut.
Kerajaan Gowa Tallo banyak meninggalkan bukti sejarah yang dapat dilihat hingga saat ini. Beberapa peninggalan artefak yang terpajang di Museum Islam Indonesia, antara lain:
Mata uang Jinggara dan Kupa
Kerajaan Gowa mencetak mata uang bernama Jinggara dan Kupa pada abad ke-17. Mata uang Jinggara terbuat dari timah dan tembaga hingga berwarna kuning keemasan. Di permukaan uang yang yang tidak berlubang, terdapat tulisan Arab. Hal ini menjadi bukti bahwa kerajaan ini berdasarkan ajaran Islam. Sultan Hassanudin adalah pencetus pembuatan mata uang yang sangat digemari banyak orang.
source : Koleksi Museum Islam Lamongan
Pegon Calligraphy Pyriform Vase
Sebuah vas bunga yang terbuat dari perunggu. Benda ini dianggap azimat dan kaligrafi Arab yang berfungsi sebagai rajah untuk acara penghormatan untuk upacara dan acara kenegaraan kerajaan. Diperkirakan benda ini berasal dari abad ke-15 hingga ke-16 M.
source : Koleksi Museum Islam Lamongan
Nampan berhias kaligrafi Arab
Artefak nampan atau baki yang berfungsi untuk tempat meletakkan makanan dan minuman. Terbuat dari perunggu dengan hiasan berupa kaligrafi Arab yang berasal dari sekitar abad ke-15 dan 16 Masehi.
Tak hanya hal-hal yang berkaitan dengan artefak dari Kerajaan Gowa-Tallo, Museum Islam Indonesia pun menyajikan benda-benda koleksi dari berbagai kerajaan Islam masyhur di dunia maupun Nusantara seperti Kesultanan Ottoman Turki, Kesultanan Mughal India, Dinasti Cina, Kerajaan Islam Demak, Mataram Islam, Samudera Pasai, Kesultanan Aceh, peninggalan Wali Songo, dan lain-lain.
Museum Islam Indonesia juga dilengkapi dengan teknologi Augmented Reality (AR), yang memungkinkan pengunjung berfoto dan membuat video dengan mengunduh aplikasi Indonesian Islamic Art Museum AR. Teknologi Augmented Reality (AR) merupakan terobosan yang brilian untuk memodernisasi tampilan museum agar lebih kekinian. Aplikasi ini berfungsi seperti layaknya kamera yang apabila diarahkan ke obyek gambar dalam museum akan muncul karakter 3 Dimensi. Source : Museum Islam Indonesia Lamongan. IC/AND/XIII/25