Historica

Catatan Ma Huan, Tentang Kali Surabaya Urat Nadi Majapahit

Dalam catatan Ma Huan padasekitar 1415 M, ada empat kota  di Jawa yang dimaksudkan adalah Jawa Timur, yang tidak memiliki tembok perlindungan. Meski tak bertembok, namun kota-kota tersebut adalah kota-kota penting bagi Imperium Majapahit. Ke empat kota tersebut  adalah Tuban, Gresik, Surabaya dan Kota Raja Majapahit.

Ma Huan adalah   penerjemah resmi kerajaan  yang mendampingi Laksamana Cheng Ho. Pada 1412, dia menerima tugas pertama dari Kerajaan Ming untuk menemani sang laksamana berlayar ke banyak negeri, termasuk ke Jawa.

Dalam catatan itu Ma Huan menyebutkan, Tuban adalah pelabuhan laut internasional   yang menjadi pendaratan dan aktivitas bongkar muat bagi kapal- kapal dari manca negara. Dari Tuban,  bila berlayar ke timur selama setengah hari, maka akan sampai di Xincun atau desa baru. Xincun dalam nama lokal adalah  Gresik. Awalnya hanya kawasan pantai yang tenang dan masih kosong. Lantas orang-orang Tionghoa datang dan bermukim di Xincun.

Ma Huan melajutkan catatannya. Dari Xincun atau Gresik bila berlayar ke selatan lebih dari 20 li atau sekitar  12 kilometer   akan tiba di Su-lu-ma-yi. Menurut Ma Hua, penduduk lokal menyebutnya   Su-er-ba-ya (Surabaya).  Suerbaya dipimpin seorang kepala desa, yang mengatur hingga sekitar  1000 keluarga. Di antaranya, juga ada orang-orang Tiongkok, India, Arab dan Persia.

Lanjut ke selatan dari Surabaya, berganti dengan perahu yang lebih kecil menyusuri sungai sejauh 70-80 li atau sekitar  42 kilometer , maka akan sampai di sebuah pasar yang juga sebuah pelabuhan bernama Zhang-gu atau Canggu. Pelabuhan Canggu sudah sangat dekat dengan  pusat kota Majapahit, posisi Canggu berada di utara kota raja Majapahit.

Perjalanan dilanjutkan dengan  berjalan kaki ke arah selatan selama satu setengah hari, maka sampailah di kota raja Majapahit.  Sebuah kota yang berisi Raja dengan penduduk sebanyak 300 keluarga. Dan sekitar tujuh atau delapan orang tetua membantu menjadi penasehat raja.

Ma Huan mencatat semua perjalanan itu dalam catatan yang ia beri judul  “Ying Yai Sheng Lan.” Catatan ini lantas menjadi sumber penting dari luar  yang   bercerita tentang Kerajaan Majapahit.

 

Catatan atau jurnal perjalanan tersebut jelas menceritakan bagaimana Kali Surabaya menjadi urat nadi transportasi dari Majapahit menuju dunia luar. Kali Surabaya adalah anak Kali Brantas dan bermuara di selat Madura.  Meski saat menyusuri  Kali Surabaya harus menggunakan  perahu kecil namun transportasi ke Majapahit terbilang sangat mudah dan nyaman.

Pelabuhan Canggu menjadi tempat pertama untuk produk-produk pertanian, peternakan, kain  teknologi besi dan peralatan dari tembikar yang dihasilkan rakyat Majapahit. Komoditas utama adalah beras, buah-buahan, daging, peralatan tembikar dan beberapa barang dari logam yang terkenal sangat bagus.

Di Pelabuhan Surabaya, Gresik atau Tuban,  komoditas ini lantas diperdagangkan bersama rempah-rempah dari kerajaan bawahan Majapahit dari timur.

“Ying Yai Sheng Lan” jelas mencatat  mengenai jalur sungai yang menjadi lalu lintas air yang menghubungkan Canggu (Majapahit) dan Surabaya sebagai pelabuhan yang dekat dengan Laut lepas. Jalur air ini tidak lain adalah Kali Surabaya yang merupakan anak Kali Brantas.

 

Jalur lalu lintas kali Surabaya ini bahkan terus digunakan pada masa kolonial hingga awal Indonesia merdeka (1612 – 1950). Dan untuk mengatur lalu lintas air, di Mlirip yang merupakan hulu Kali Surabaya, tempat percabangan   (anak) Kali Brantas dibangun pintu air (Sluis) yang cukup besar. IC/AND/XI/23

 

Share
Published by
Wisnu