Historica

Dharmaputra VS Bhayangkara, Konflik Pasukan Elite Majapahit

Kerajaan Majapahit  penuh dengan intrik politik. Banyak orang-orang atau pejabat di sekitar raja yang bermain dan bermanuver untuk mendapatkan jabatan serta mungkin juga kekayaan saat berada dipuncak kekuasaan. Beberapa kali, konflik yang berawal dari fitnah ini memicu perang saudara dan pemberontakan. Namun yang paling menonjol adalah konflik dua pasukan elite Majapahit yang merubah wajah sejarah imperum terbesar di Nusantara ini.

Konflik ini terjadi saat masa pemerintahan Raja Jayanegara. Ketika itu terjadi peralihan kekuasan dari Raden Wijaya ke Jayanegara. Raden Wijaya sendiri diketahui sangat mengandalkan pasukan kawal yang ia beri nama Dharmaputra. 

Dalam Kitab Pararaton dikisahkan, pasukan Dharmaputra ini adalah  pengalasan wineh suka. Nama tersebut mengandung  artinya pegawai istimewa yang sangat disayangi raja. Bahkan mereka diangkat sendiri oleh Raden Wijaya.

 Menurut  Negarakretagama, Setelah  Raden Wijaya mangkat, Jayanegara, anaknya, naik tahta sebagai Raja Majapahit. Tidak seperti ayahnya yang tegas, Jayanegara yang masih remaja ini cenderung lemah dalam mengambil keputusan. Kondisi ini manfaatkan oleh sosok Mahapati yang dikenal licik. Beberapa keputusan raja menjadi sangat tidak masuk akal dan cenderung merugikan para pejabat istana dan pemerintahan Majapahit.

Kondisi ini memicu gelombang  ketidakpuasan dan kemarahan di kalangan elite pejabat termasuk. Tak hanya itu, militer, pasukan Dharmaputra juga ikut terseret dalam pusaran konflik politis. Pasukan ini bertugas mengawal dan mengamankan raja. Tidak main-main, anggotanya hanya tujuh orang.  Ra Kuti, Ra Semi, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, Ra Pangsa, dan Ra Tanca.

 

Ilustrasi serangan Dharmaputra, source :okezone

 

Ketujuh orang ini bukan nama sembarangan. Mereka adalah orang-orang yang berjasa besar bagi raja pertama Majapahit. Ketujuh nama tersebut  adalah tokoh-tokoh yang mengawal Raden Wijaya ketika diburu dan dikejar Raja Kediri Jayakatwang saat  menyerbu Singasari pada masa kekuasaan raja Kertanegara. Ketujuh pengawal inilah yang menyelamatkan Raden Wijaya bahkan ikut membantu membangun kerajaan baru yang lebih besar dari Singhasari.

Gesekan Dharmaputra dengan Jayanegara dimulai dari peristiwa pembunuhan Patih Nambi.  Kidung Sorandaka mengisahkan  pada 1316 ayah Patih Nambi yang bernama Pranaraja meninggal dunia di Lumajang. Salah satu anggota Dharmaputra yaitu Ra Semi ikut dalam rombongan pelayat dari Majapahit.

Ketika itu  Mahapati kemudian membisikkan  hoax alias kabar bohong ke Jayanegara. Fitnah itu menyebutkan Patih Nambi hendak memberontak. Mahapati tega melakukan ini karena sejak lama ia sudah  mengincar posisi Nambi sebagai patih di Majapahit.

Jayanegara yang belum berpengalaman karena usia muda, langsung  termakan berita hoax Mahapati dan langsung menggerakkan  pasukan untuk menggempur Lumajang. Serangan mendadak dan dalam skala besar itu  mengakibatkan Nambi dan Ra Semi tewas ditangan pasukan Majapahit sendiri. Tewasnya Nambi dan  Ra Semi memantik  dendam enam anggota Dharmaputra lainnya.

Yang awalnya hanya fitnah berubah menjadi kenyataan. Puncaknya pada 1319 Ra Kuti bersama anggota Dharmaputra  berhasil menggalang pasukan  untuk memberontak. Ra Kuti turun langsung sebagai pemimpin pasukan. Hanya satu anggota Dharmaputra yang tidak ikut dalam pemberontakan ini, dia adalah  Ra Tanca. Sangat bisa dipahami, karena sejatinya dia adalah seorang tabib bukan tentara.

 

Serangan balik pasukan Bhayangkara

 

Singkat cerita,  Ra Kuti berhasil merebut istana. Beruntung  Jayanegara berhasil diselamatkan dan mengungsi bersama  Gajah Mada.  Gajah Mada kemudian menyusun strategi bersama pasukan Bhayangkara yang ia pimpin. Setelah persiapan dirasa cukup, Gajah Mada dan Bhayangkara menyerbu ibukota dan berhasil menguasai. Serangan balik ini juga berhasil membunuh  Ra Kuti.

Ra Tanca,  satu-satunya anggota Dharmaputra yang tersisa, akhirnya juga harus menjemput ajal di tangan Gajah Mada setelah diketahui  tabib ini menusuk Jayanegara hingga tewas.

Hilangnya  Dharmaputra membuat Bhayangkara  jadi satu-satunya pasukan elite Majapahit.  Karir Gajah Mada sendiri makin cemerlang setelah dirinya  diangkat menjadi Mahapatih di era Tribuwana Tunggadewi.  

Di bawah komando  Gajah Mada, pasukan  Bhayangkara berubah menjadi  kekuatan yang sangat berpengaruh pada zamannya. Keselamatan raja dan keluarganya menjadi  tanggung jawab  Bhayangkara. Sepeninggal Gajah Mada, pasukan Bhayangkaran masih tetap ada. Diakhir masa kejayaan  Majapahit, ketika diserbu Kerajaan Demak, bangsawan Majapahit menyelamatkan diri ke sejumlah daerah termasuk ke Bali dengan pengawalan Pasukan Bhayangkara.   IC/AND/XI/22

 

 

 

Share
Published by
Wisnu