Orang Jawa umumnya menyebut menyimpan uang sebagai Nyelengi. Kata nyelengi ini berasal dari kata celeng atau babi hutan yang dipakai sebagai wadah untuk menyimpan uang atau menabung. Usut punya usut, kebiasan ini buka muncul tiba-tiba. Tradisi nyelengi ini sudah dilakukan sejak zaman Majapahit. Adakah buktinya?
Ternyata tradisi menabung ini terbukti ada sejak zaman Majapahit dengan ditemukan terakota celengan di Situs Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Celengan berbentuk babi kecil ditemukan tim ekskavasi Balai Pelestarian Kebudayaan XI Jawa Timur.
Celengan terakota tersebut memiliki dimensi panjang sekitar 18 sentimeter dan lebar 12 sentimeter. Celengan babi tersebut ditemukan tidak utuh melainkan dalam bentuk kepingan atau pecahan. Beruntung fragmen terakota tersebut masih bisa disusun menurut kesesuaian bentuk.
Bentuk celengan itu terbilang kecil, sederhana dengan moncong mulut, kuping, dan mata yang dibuat sederhana pula. Kakinya pendek khas celeng babi. Berbahan tanah liat, gerabah yang merupakan salah satu ragam terakota khas Majapahit.
Celengan tersebut dipakai untuk menyimpan uang logam seperti uang sen-gobang-endil sampai pada uang timah lima senan ketip uang perak. Bermacam bentuk celengan yang ditemukan di situs Trowulan, di antaranya bentuk babi atau celeng (bahasa Jawa), domba, kura-kura dan gajah. Ada pula berbentuk manusia baik figur anak kecil dan mungkin juga orang dewasa dengan variasi tinggi antara 3-30 cm.
Pada badan celengan, dihias dengan motif garis yang melingkari badan dan hiasan ombak diantara garis-garis itu. Sementara lubang tempat memasukkan mata uang terletak di bagian atas pada pusat lingkaran atau di bagian tepi.
Tidak diketahui secara persis berapa banyak jumlah celengan yang dibuat. Celengan yang paling banyak ditemukan adalah bentuk celengan babi. Uniknya bentuk yang paling sering ditemukan adalah badan atau perut yang besarnya melebihi proprorsi dengan ukuran kaki.
Menurut sejarawan Denys Lombard, kebiasaan menabung dalam celengan pada masyarakat Jawa kemungkinan terpengaruh oleh orang Tionghoa. Hal ini karena celeng atau babi adalah binatang pembawa rezeki dalam mitologi China.
Namun sejarahwan Supratikno berpendapat,celengan-celengan Trowulan terutama menggambarkan guci-guci dan beberapa figur anak kecil, terinspirasi sosok dewa Kuwera. Ini kemungkinan karena celengan tersebut banyak dibuat masa Hindu-Buddha berkembang di Nusantara.
Seperti diketahui dewa Kuwera adalah pimpinan golongan para raksasa. Ia bergelar Bendahara Para Dewa sehingga kerap disebut juga Dewa Kekayaan atau Kemakmuran. Arca Dewa Kurewa pernah ditemukan di Jawa Tengah diperkirakan berasal dari abad ke 9. Penampakan dewa ini memiliki perut yang membuncit.
Celengan babi Situs Klinterejo adalah bukti terakota pada zaman Majapahit. Terakota berbahan tanah liat sederhana dengan ukuran 20 centimeter x 10 centimeter, dengan minim langgam ukiran. Ditemukan dalam bentuk pecahan kemungkinan celengan jika telah penuh atau isinya ingin digunakan maka secara teknis akan dipecahkan. Source : Indonesian Heritage Museum-Jawa Timur Park 1-IC/AND/XIII/24