Mandau baru akan dicabut dari sarungnya hanya jika dalam mondisi amat terdesak untuk mempertahankan diri. Konon setiap mandau keluar dari sarungnya harus mendapat korban.
<<<<<<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>>>>>>
Mungkin ini adalah kisah tertinggal dari sebuah konflik etnis yang mengerikan yang pernah terjadi di Kalimantan. Saat berkecamuk ‘perang’ itu ratusan nyawa melayang sia-sia akibat saling serang penduduk pribumi dengan orang-orang pendatang. Meski akar permasalahanya tak begitu jelas, namun konflik ini jelas-jelas merenggut banyak sisi-sisi positif dari kehidupan harmonis warga Nusantara.
Saat konflik terjadi, berbagai cerita jadi sebuah cerita yang menemukan kebenaranya. Banyak kesaksian orang-orang yang terlibat konflik menceritakan bagaimana dahsyat ilmu-ilmu yang selama ini diduga telah punah, malah terlihat secara besar-besaran pada saat itu. Banyak cerita, sebagian memang dilebih-lebih, namun tidak sedikit yang memang kenyataan tapi memang sangat sulit untuk dibuktikan. Sebab semua kejadian itu hanya berdsarkan kesaksian orang per orang saja.
“Waktu kerusuhan antar etnis, saya memang tengah berada di Sambas. Saat itu saya tengah merintis usaha penjualan barang-barang elektronik. Awalnya semua berjalan lancar, pesanan dan pengiriman barang tidak ada masalah. Sampai pada sebuah titik, kekacauan terjadi dimana-mana. Toko tutup dan kebakaran menjalar ke berbagai penjuru kota,” buka Jonny, pendatang asal Malang-Jawa Timur yang sempat beberapa tahun tinggal di Sambas.
Jonny menuturkan ketakutannya meski ia berasal dari suku yang tak bertikai, tak urung rasa takut dan kuatir juga menyelimuti hatinya. Dalam pemikirannya, saat kerusuhan, tentu orang tidak akan berpikir panjang. Secara naluriah apa yang dilakukan adalah untuk mempertahan diri.
“Istilah mudahnya, membunuh atau dibunuh, menyerang atau diserang dan seterusnya. Pada kondisi seperti ini siapa yang berani jamin orang bisa berpikir rasional sebelum bertindak. Yang terjadi adalah bertindak dulu berpikir belakangan,” lanjut Jonny.
Disaat-saat seperti Jonny benar-benar merasakan suasana tegang karena beredarnya rumor Mandau terbang. Menurut keyakinan masyarakat , Mandau terbang adalah Mandau yang telah diisi kekuatan gaib yang mampu mencari musuhnya untuk dipenggal. Mandau sendiri adalah senjata tradisional Suku Dayak. Mandau telah menjadi simbol kekuatan, simbol keadilan, simbol persatuan dan sekaligus simbol kehidupan Suku Dayak.
Bagi orang Dayak, membawa mandau kemana-mana adalah hal biasa, tidak perlu dirisaukan. Karena untuk mencabut mandau tidak boleh sembarangan, ada aturannya. Mandau tidak boleh digunakan untuk mengancam orang lain, salah salah bisa mendapatkan denda secara adat. Menurut orang-orang Dayak, mandau baru akan dicabut dari sarungnya hanya jika dalam mondisi amat terdesak untuk mempertahankan diri, dan konon setiap mandau keluar dari sarungnya harus mendapat korban.
Akan halnya mandau terbang, konon bisa dilakukan oleh para tetua suku yang telah memiliki kesaktian tingkat tinggi. memiliki kesaktian tinggi, melalui ritual tertentu makan mandau tersebut akan melesat terbang mencari sasarannya, hampir dipastikan mandau tersebut tidak akan salah sasaran. Dan ritual Mandau terbang hanya akan dilakukan dalam kondisi yang amat darurat demi menpertahankan hidup.
“Dulu tetangga sebelah rumah, tinggal tetangga dari suku yang bertikai. Awalnya saya sempat ketakutan, namun beberapa kawan saya yang orang Dayak menjamin, tidak akan terjadi apa-apa pada saya dan keluarga saya. Dalam hati saya bertanya, bagaimana mungkin? Teman saya tadi menjawab enteng, sudahlah kamu tenang saja, kami punya cara sendiri dalam menyelesaikan masalah kami,” kenang Jonny menirukan temannya.
Dan benar saja, meski konflik berkecamuk dengan hebatnya, keluarga Jonny aman-aman saja. Saat hampir separuh kampung tempatnya bermukim memilih mengungsi untuk mencari keamanan, Jonny masih menahan diri karena masih mencoba mengamankan toko dan rumahnya.
“Suatu malam, saya benar-benar dibuat tak percaya dengan apa yang saya lihat. Saya melihat kelebatan, sebuah Mandau yang berputar-putar mengitari rumah-rumah. Tinggi mandau melayang itu setinggi lelaki dewasa. Melayang-layang layaknya ada yang memainkan hanya saja tak ada sosok yang memeganginya. Pokoknya tebang begitu saja,” jujur Jonny
Menurut pengakuan bapak dua anak ini, Mandau itu seperti tengah mengintai target. Mandau ini akan mencari celah masuk. Bahkan ia juga melihat Mandau tersebut seperti mampu mengetok pintu layaknya orang yang hendak bertamu. Dan Mandau terbang ini membuktikan bagaimana dahsyatnya ilmu ini bekerja. Korbannya, orang-orang yang menjadi musuh kelompok itu. Sama sekali tidak ada orang lain yang menjadi korbannya.
Kendati selamat, namun Jonny tak bisa melupakan kengerian akibat perang etnis tersebut. Banyak korban terutama dari kalangan yang tidak terkait langsung dengan pangkal permasalahn juga harus menjadi korban. Dan karena tak betah melihat korban yang begitu besar, Jonny dan keluarga memutuskan untuk meninggal rumah dan mengungsi ke daerah yang aman. “Karena sudah tidak kuat aku putuskan untuk pulang ke Jawa. Aku tak sanggup lagi melihat akibat dari perang, terutama korban dari Mandau terbang,” kata Jonny dengan wajah ngeri. IC/VII/AND/29