Konon berbagai pusaka tersimpan di reruntuhan Candi Planggatan. Banyak orang yang melakukan perburuan pusaka secara gaib, demi mendapatkan tuah mistisnya.
Komplek Candi Planggatan berada di Dusun tambak, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini berada di sebuah bukit kecil atau gumuk ini memang hampir tak pernah didatangi pengunjung. Tak seperti Candi Sukuh atau Candi Ceto, hanya orang-orang dengan tujuan tertentu saja yang biasanya datang ke tempat yang dinaungi sebatang pohon beringin raksasa itu.
Kondisi Candi Planggatan yang hampir tak berbentuk, tidak menyajikan keindahan seperti candi-candi lain di Karanganyar. Karenanya hanya orang-orang tertentu saja yang datang seperti para peneliti atau para penekun spiritual. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa nuansa mistis di tempat ini diyakini sangat kental, yang mana karena memiliki kaitan erat dnegan perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di tanah Jawa.
Yang tersisa dari Candi Planggatan yang dibangun pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut kini hanyalah sisa-sisa candi berupa sekumpulan batu andesit tersusun berderet membentuk denah berukuran 30 x 30 meter. Sedangkan bagian tengahnya berupa gundukan tanah setinggi satu meter saja. Dari tinggalan beberapa batu candi yang tersisa ini ada yang mempunyai relief.
Dalam sebuah candi, relief yang dipahatkan bisa berfungsi sebagai penghias candi belaka atau dapat pula memuat cerita yang sesuai dengan sifat keagamaan candi tersebut. Untuk Candi Planggatan, relief yang ada bisa diartikan sebagai sebuah cerita. Karena ada rangkaian yang mana antara satu relief dengan yang lain seperti saling berhubungan. Hanya saja karena diduga banyak beberapa bagian yang hilang, jadi keseluruhan rangkaian cerita tidak bisa dijelaskan secara detail.
Relief-relief tersebut antara lain relief seorang laki-laki yang merangkul pinggang sesosok perempuan. Lalu di bagian depan dan belakang tokoh terdapat tiga orang pengiring. Lalu relief seorang tokoh menunggang kuda sedang di bagian belakang tokoh tersebut ada dua orang pengiring membawa tombak dan pada bagian depan terdapat tiga orang bertubuh pendek. Kemudian relief rumah panggung dan dua rumah berbentuk pendapa yang di bagian sampingnya terdapat seorang pengawal membawa tombak mengiring seorang tokoh menunggang kuda. Ada juga relief beberapa orang membawa senjata. Dan relief seorang tokoh menunggang kuda diiringi oleh beberapa wanita dan tiga punakawan.
Ritual Khusus
Dari beberapa relief yang terpahat di candi tersebut, ada satu relief yang cukup menarik dan kemudian dijadikan petunjuk kuat mengenai penanggalan pembangunan candi tersebut. Relief itu adalah relief seekor gajah yang digambarkan secara setengah hewan dan setengah manusia. Gajah itu dalam posisi berdiri dengan belalai ke bawah dan di bagian mulutnya terdapat gambar bulan sabit, seolah-olah gajah tersebut tengah memakan buah sabit.
Gajah tersebut digambarkan memakai sorban seperti seorang pendeta. Pada bagian pinggang memakai ikat pinggang yang dibuat dari lipatan kain dan pada bagian pinggang sampai lutut juga tertutup kain. Dari rangkaian relief gajah tersebut bisa dibaca dengan bunyi “Gajah wiku mangan wulan” yang jika diartikan menjadi sebuah angka tahun 1378 Saka atau 1456 Masehi.
Penggambaran yang hampir sama juga ditemui di Candi Sukuh, hanya saja bedanya kalau relief Gajah Wiku di Candi Sukuh digambarkan tengah memakan buntut. Namun demikian arti pembacaannya sama yaitu 1378 Saka. Yang berarti bahwa pembangunan kedua candi ini dilakukan pada waktu yang sama.
Pada hari-hari tertentu, kadang bisa ditemui orang yang tengah menjalankan ritual khusus di sana. Ada keyakinan bahwa dengan ritual di candi ini bisa mendongkrak derajat. Keyakinan ini tak lepas dari gambaran relief yang terpahat di dinding candi.
Penggambaran sosok tokoh penting, mungkin pejabat kerajaan, sehingga saat ke mana-mana selalu dikawal. Dari gambaran itulah, kemudian memunculkan keyakinan bahwa barang siapa yang ingin bisa mengalami nasib seperti tokoh yang digambarkan dalam relief tersebut, maka dia harus ritual di candi ini.
“Kebanyakan pelaku ritual datang pada hari Selasa Kliwon. Saya sendiri tidak tahu kenapa. Tapi yang pasti katanya hari itu diyakini sebagai hari paling baik. Dan kalau misalnya pada hari itu kita datang ke sini, pasti akan menjumpai banyak sesaji di sekitar candi,” terang Santoso, salah seorang warga yang tinggal di dekat candi.
Santoso sendiri mengaku tidak tahu pasti apa tujuan orang-orang itu datang ke Candi Planggatan. Namun begitu dia memang yakin kalau candi itu menyimpan kekuatan gaib yang sangat dahsyat. Dan salah satu kabar yang beredar, kekuatan itu bisa mengantar seseorang meraih jabatan.
Ritual dilakukan tepat di bawah pohon beringin raksasa yang berada di tengah komplek candi. Di tempat itu terlihat tumpukan bunga kering dan sisa abu pembakaran dupa. Artinya bahwa beberapa hari sebelumnya sempat ada seorang pengunjung yang melakukan ritual di sana.
Selain berburu jabatan, banyak pula orang yang melakukan ritual penarikan pusaka. Hal itu karena ada keyakinan bahwa di bawah reruntuhan candi itu banyak tersimpan pusaka peninggalan tokoh-tokoh sakti jaman dulu. Yang mana diyakini bisa ditarik dengan menjalankan sebuah ritual khusus.
“Katanya memang ada yang bisa menarik pusaka dari sini. Tapi tentu tidak semua orang bisa. Dan biasanya yang didapat berupa keris. Tapi ada pula yang katanya bisa dapat semacam kuluk (mahkota). Ya mungkin itu peninggalan raja-raja jaman dulu,” pungkas Santoso. IC/AND/X/06
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia