• Post author:
  • Post comments:0 Comments
  • Post category:News
  • Post last modified:30 September 2022
  • Reading time:6 mins read

Diyakini di benteng menyimpan  emas batangan, mahkota raja hingga benda-benda mulia lainnya. Tapi sampai saat ini belum pernah ada orang yang mampu mengambilnya, karena memang belum diijinkan oleh si penjaga gaib.

<<<<<<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Masyarakat menyebut Situs Biting sebagai Benteng Menak Koncar. Berada pada aeral 135 ha,  benteng ini dikelilingi oleh sungai Bondoyudo di sebelah utara, di timur berbatasan dengan sungai Bodang atau Winong, Sungai Cangkring dan sungai Ploso masing-masing pada bagian selatan dan barat.

Situs ini pertama kali ditemukan oleh, J Mageman saat melakukan peninjauan pada 1861. Selanjutnya, A Muhlenfeld pada 1920 melakukan penggalian percobaan hingga 1923. Pada tahun yang sama jawatan purbakala Hindia Belanda melakukan pemotretan pada tembok selatan situs tersebut. Pemerintah daerah kemudian melanjutkan upaya ini pada 1982.

Pada saat diteliti ditemukan banyak fragmen teracota, fragmen logam yang merupai keris, keramik asing, uang kepeng, kendi, periuk, alat-alat rumah tangga, belati, kereweng dan masih banyak yang berasal dari zaman klasik kerajaan peralihan Hindu ke Islam.

Dari struktur batu bata yang disusun hingga mencapai tinggi empat meter, benteng ini sebenarnya mirip dengan watchtower atau menara pengawas yang biasanya berada pada sudut sebuah benteng. Sementara pada bagian tengahnya hanya berbentuk empat persegipanjang dengan kedalaman tiga meter. “Saat diteliti oleh tim purbakala dari Jogya, dibawah tanah yang rata ini banyak ditemukan terowongan dan kanal-kanal yang berhubungan satu sama lain. Tapi karena terbatasnya dana dan jangkauan penelitian waktu itu, tim memutuskan untuk menimbun lokasi kembali untuk dilanjutkan pada waktu mendatang,” ucap Sahal sambil menunjuk letak terowongan di benteng tersebut.

Berburu Harta

“Sebenarnya kondisi cagar budaya ini sangat menderita, banyak masyarakat mengambil dan memakai batu bata yang memang banyak terhampar di situs biting ini. Itu mungkin yang membuat hanya benteng ini yang tersisa sementara tembok atau banguan yang lain sudah rontok dan habis dipakai oleh masyarakat,” lanjut Sahal dengan wajah raut sedih.

Meski berstatus cagar budaya, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa di dalam situs Biting ini tersimpan harta karun zaman Menak Koncar. Sahal tidak menampik pendapat tersebut. Bahkan lelaki sepuh ini sudah beberapa kali mengantarkan para pemburu harta karun untuk berburu harta secara gaib.

“Saya persilahkan saja bagi siapa saja yang sanggup mengambil harta tersebut. Hanya satu syarat, tidak boleh merubah atau merusak bangunan atau struktur benteng. Sebab jika sampai melanggar maka orang tersebut akan berhadapan dengan saya dan negara,” tegas Sahal mantap.

Dalam pandangan mata batin Sahal, memang benteng tersebut menyimpan harta karun. Bentuknya berupa emas batangan, mahkota raja, serta benda-benda mulia lainnya. Uniknya benda-benda tersebut tak kasat mata. “Benda pusaka dan berharga  tersebut ada disimpan di dalam peti-peti besi tapi ada juga yang diletakkan di balik dinding benteng. Pengajanya seorang tua dengan jenggot putih serta sorot mata yang menyala-nyala,” katanya.

Dan sudah puluhan kali, Sahal mengantarkan orang-orang ingin mengambil harta karun itu.

“Anehnya, sampai sekarang pun belum pernah ada yang berhasil,” tegasnya. Sahal menuturkan, ada saja halangan entah itu nyata atau gaib yang akan mereka hadapi. Ia pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri orang yang dilemparkan dari dalam benteng dan jatuh ke sungai yang jaraknya sekitar 300 meter.

Ada juga pemburu harta karun yang yang terhisap masuk ke dalam dasar benteng hingga menyisakan kepalanya saja. Tapi yang paling sering terjadi adalah para pencari harta ini akan lari lintang pungkang bila sudah kena medan energi yang mereka sebut disetrum.

Bukan hanya soal harta yang tersimpan di dalam benteng. Masyarakat Kutorenon juga sudah hapal pada bunyi gemerincing lonceng kecil yang dipasang pada kuda. Bunyi ini hanya akan muncul pada malam Jumat legi.

“Masyarakat percaya, bunyi gemerincing pada malam hari itu   berasal dari kuda tunggangan Mbah Menak Koncar yang mengantarkan tuannya mengunjungi benteng lantas kembali ke makam. Padahal sejatinya kuburan kuda itu berada di daerah Pasirian, sekitar 30 kilometer dari lokasi benteng,” papar Sahal.

Sahal memikul tugas berat sebagai kuncen sekaligus penjaga situs cagar budaya dengan pendapatan yang ala kadarnya. Oleh karenanya peran serta masyarakat dalam memeliharan dan melestarikan peninggalan nenek moyang sekaligus rekam sejarah tentu sangat dibutuhkan. Sebab cagar budaya ini bukan hanya milik kita dizaman sekarang tapi juga milik anak cucu di masa mendatang. Foto : wsn IC/VIII/AND/04

 

Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia

Komentar Untuk Brankas Harta Karun Gaib Benteng Biting – Lumajang