Tradisi masak extrim ini biasa dilakukan oleh orang Papua untuk memperingati kelahiran, pernikahan, duka cita dan pengangkatan kepala desa.
Jumlah populasi hanya sekitar 3 juta penduduk, Provinsi Papua bisa dikatakan sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia. Papua adalah pulau terbesar di kawasan Indonesia timur. Dengan luas area sekitar 421.981 kilometer persegi tidak sebanding dengan jumlah penduduknya yang terbilang sedikit.
Pulau ini juga sangat kaya dengan hasil bumi dan tambang. Keindahan dan keasrian alamnya belum banyak terekspos. Akan halnya dengan flora dan fauna yang masih asli dan terjaga. Masyarakat adat yang masih tradisional dengan kearifan lokal dan gotong royong masih masih kental.
Masyarakat adat di Papua, adalah masyarakat komunal yang selalu dan menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Berburu, meramu hingga memasak dilakukan secara bersama dan beramai-ramai. Ada semacam suka cita dan kegemberian atas kegiatan bersama yang dinikmati seluruh warga adat di sana.
Salah satu kegiatan bersama-sama itu adalah dalam hal memasak. Suku-suku di Papua sangat gemar pesta adat yang masakannya dibuat secara bergotong royong. Nama kegiatan itu adalah bakar batu. Bakar batu,cara memasak yang dilakukan di tanah lapang dan memakan waktu selama dua hari. Persiapan yang panjang ini membuat pesta yang akan digelar tidak bisa dadakan.
Proses memasak secara adat bakar batu, dimulai dengan mempersiapkan bahan utama memasak, yakni batu. Tidak semua batu dapat digunakan untuk memasak. Umumnya orang Papua akan memilih batu dengan ukuran kira-kira sebesar kepalan tangan orang dewasa.
Kemudian seluruh batu yang telah dipilih akan diletakkan dan dibakar di atas bara api selama beberapa jam. Sebelumnya, masyarakat terlebih dahulu mempersiapkan tempat untuk peletakan batu. Begitu rumitnya menentukan dan membuat, hingga kadang kala sampai memakan waktu seharian penuh hanya untuk membuat tempat bakar batu ini.
Saat membuat api, orang-orang di Papua tidak menggunakan minyak atau korek api. Cara yang mereka lakukan adalah dengan cara menggesek-gesekan batang kayu dengan serpihan kayu untuk membuat bara dan kemudian menjadi api. Api yang semakin besar itu akan digunakan untuk membakar kayu yang ada di bawah tempat peletakan batu.
Untuk membakar batu, dibutuhkan waktu atara dua atau tiga jam. Pembakaran batu ini dilakukan sampai kayu bakar habis dan menyisakan abu yang menyelimuti batu-batu tersebut. Setelah batu tersebut panas membara, bahan makanan pun disiapkan. Babi yang telah disembelih dan dibersihkan, dan umbi-umbian diletakkan diatas bara batu tersebut.
Pada beberapa suku juga menambah daging ayam, kerbau atau hewan-hewan buruan yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Ayam, buah merah serta bahan-bahan makanan yang lain kadang juga ikut dimasak dengan cara ini.
Lubang itu sebelumnya telah dialasi dengan daun ukuran lebar atau jerami. Daging dan umbi-umbian kemudian diletakkan di atas alas. Baru setelah itu, batu-batu panas diangkat dengan kayu atau ranting untuk diletakkan atas daging dan umbi dan kembali ditutup dengan daun, begitu seterusnya hingga bahan makanan habis dan di masak semua.
Setelah lubang tertutup rapat, tinggal ditunggu selama dua atau tiga jam. Waktu tersebut adalah saat yang ideal bagi bahan-bahan makanan itu termasak dengan sempurna. Meski hanya dimasak menggunakan batu, tidak digoreng, namun matang secara sempurna dan rasa yang dihasilkan juga gurih.
Tradisi masak extrim ini biasa dilakukan oleh orang Papua untuk memperingati kelahiran, pernikahan, duka cita dan pengangkatan kepala desa. Setelah matang seluruh anggota suku punya hak yang sama untuk menyantap dan menikmati nikmatnya masakan bakar batu itu secara bersama-sama. IC/VI/AND/8 (berbagai sumber).
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia