Mpu Kuturan memiliki tempat yang sangat istimewa pada sejarah perkembangan peradaban di Bali. Sejumlah lontar di berbagai perpustakaan lontar di Bali menyuratkan bahwa Mpu Kuturan berasal dari Majapahit atau Wilwatikta. Mpu Kuturan datang ke Bali untuk mengajarkan tata cara membuat bangunan suci sekaligus untuk menghidupkan dan menyucikan bangunan tersebut.
Ini artinya, dari pengajaran Mpu Kuturan inilah, bangunan-bangunan pemujaan dan suci di Bali mulai dibangun dan mendapatkan kedudukan tinggi secara supranatural. Lontar Mpu Kuturan bernomor 172, IIIb tersimpan di Gedong Kertya Singaraja menyuratkan sebagai berikut:
Nihan widisastra anugraha de bhatara Jagatnatha ri sira Mpu Kuturan, ya tika hana aji sastragama katama de sang prabhu ring jagat, sangke pawarah Mpu Kuturan witeng wilwatikta, duking sira Mpu Kuturan kutus mara ing basukih, ngawangun meru ring basukih, panembahing ratu Bali, katular meru mas ring giri sumeru, mwang lingganing parhyangan bumi sami pakandanya, waluya ring mahameru, mwang lingganing pasamuan agung, matata lingganing meru, hana cendet, aluhur ring basukih,…
Artinya:
Inilah ajaran yang merupakan anugrah Sang Hyang Jagatnatha kepada Mpu Kuturan. Yakni ajaran sastra agama yang menjadi pegangan para raja dalam pemerintahannya, lewat ajaran Mpu Kuturan dari Wilwatikta, ketika diutus datang ke Besakih, membangun meru di Besakih yang menjadi sungsungan para raja di Bali. Ajaran ini mencontoh meru mas di Gunung Sumeru, serta segala bentuk parhyangan diuraikan tata cara membangunnya. Meru-meru tertata susunannya ada yang pendek namun ada juga yang tinggi, seperti yang ada di Pura Besakih.
Selain lontar 172 IIIb tersimpan di Gedong Kertya Singaraja, ada juga Lontar Mpu Kuturan bernomor IIIB. 753 yang berasal dari Desa Pagesangan Lombok Barat yang menulikan:
Nihan ling nira Mpu Kuturan ring Majapahit, duk angwanguna meru ring Besakih, kramanya yan meru tumpang 5, tumpang 7, tumpang 9. tumpang 11, ikang mangkana ana padagingannya inenah mangkana. Nihang patatannya yan matumpang 11, ring dasarnya mesi pinda prabot manusa mawadah kawali waja, tekaning siap mas mwang selaka, kacang mas, kacang selaka, tumpeng mas, tumpeng selaka, sampyan mas, sampyan selaka, panjeneng mas, panjeneng selaka, bebek mas, bebek selaka. Ring dasar pisan badawang mas, badawang selaka, naga mas, naga selaka, pada mamata mirah, tekeng pripih mas selaka tembaga, jaum 4 katih mas selaka tembaga wesi, mwah podi mirah weh nya manut wilaning tumpang……
Artinya:
Ini ajaran Mpu Kuturan dari Majapahit, ketika membangun meru di Pura Besakih dengan meru bertumpang 5, 7, 9, 11. Ada Padagingan yang ditaruh di dalamnya. Dengan tata caranya sebagai berikut, jika tumpang 11, pada dasar meru tersebut berisi berbagai simbol perabotan manusia dimasukkan di cecupu, Termasuk ayam, terbuat dari emas dan perak, biji juga dalam bentuk emas dan perak, simbol gunung dari emas dan perak berbagai hiasan dari emas dan perak, bebek juga harus dari emas dan perak. Di dasar meru ditempatkan simbol penyu dari emas dan perak serta simbol naga dari emas dan perak bermata mirah, jarum 4 biji dari emas perak tembaga dan besi serta podi mirah jumlahnya menurut tumpang meru tersebut.
Pada lontar terakhir, bagaimana diuraikan dengan sangat detail, bermacam bentuk upakara dalam rangka membangun tempat suci dan bangunan suci yang diwariskan dan dijadikan pedoman dalam membangun tempat suci sampai saat ini. Mpu Kuturan memang seorang tokoh agama yang memiliki spesialisasi dalam bidang bangunan suci. Beliau hadir di Bali datang dari Majapahit selanjutnya membangun meru-meru yang ada di Pura Agung Besakih. IC/AND/XIV/16