Historica

Kapitayan, Agama Kuno Asli Nusantara Zaman Majapahit

Selama ini jika membahas tentang agama asli penduduk Jawa Kuno atau lebih luas lagi penduduk Nusantara, selalu muncul istilah animisme-dinamisme. Secara konsep, animis dan dinamisme ini adalah kepercayaan terhadap roh nenek moyang serta kepada kekuatan gaib yang bersemayam pada benda-benda tertentu, seperti batu-batu besar, pohon-pohon besar, dan benda-benda bertuah.

Tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak benar seratus persen. Agama asli orang Jawa Kuno bernama Kapitayan. Agama ini memuja tuhan yang mereka sebut Sanghyang Taya. Arti kata dan makna Taya adalah suwung alias kosong, hampa, tak bisa dipikir, , dibayangkan serta dideteksi oleh pancaindra.

Sanghyang Taya sering diartikan memiliki sifat Tu atau To yaitu dua sifat yakni kebaikan dan ketidakbaikan. Tu dipercaya berada di berbagai benda yang terkandung dalam kata Tu misalnya watu atau batu, tu-ngkub atau cungkup (bangunan), tu-nda atau bangunan berundak, tu-k untuk menyebut mata air, tu-mbak sejenis jenis senjata, atau tu-nggak yakni batang pohon, serta benda-benda lainnya.

Sementara untuk pemujaan digunakan sesajen yang mengandung kata tu, misalnya tu-mpeng, tu-mpi sejenis kue dari tepung, tu-ak atau arak, tu-kung atau sejenis olahan ayam, tu-mbu atau wadah dan benda-benda lainnya.

Kapitayan dapat dianggap sebagai bentuk monoteisme asli Jawa yang dianut dan dijalankan oleh masyarakat Jawa secara turun temurun sejak zaman purba.

Agama kapitayan ini, adalah agama kuno yang dipelajari dalam kajian arkeologi, dari tinggalan dan peninggalan arkeologisnya dalam terminology arkeologi barat dikenal dengan dolmen, menhir, sarkofagus, dan lain-lain yang mengindikasikan adanya agama kuno.
Sejarawan Belanda menjelaskan agama ini secara salah disebut sebagai animisme dan dinamisme, karena memuja pohon, batu, dan makhluk halus. Catatan Ma Huan saat berkunjung ke Nusantara dan terutama pada kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, praktik penyembahan benda-benda seperti itu disebut orang yang tidak beriman.

Kapitayan ini lebih menyerupai ajaran ketuhanan ketimbang animisme-dinamisme seperti sejarawan dan peneliti pikirkan. Penyebutan sebagai animism dinamisme sendiri muncul oleh karena, secara tampilan fisik, ritual yang dilakukan oleh para penganutnya tampak sebagai penyembahan terhadap alam, serta benda-benda pendukung lainnya.

Penyerdahaan pemikiran tersebut karena penyembahan benda-benda itu dipahami sebagai pemujaan terhadap kekuatan benda itu sendiri. Secara prinsip ajaran Kapitayan tidak menyembah benda itu sebagai pemilik kekuatan mutlak, namun lebih pada penyembahan Sang Hyang pemilik kekuatan tertinggi. Benda-benda yang terdapat dalam ritual keagamaan, seperti pohon, batu, dan mata air adalah beberapa perwujudan saja dari kekuatan yang maha tinggi Sang Hyang tersebut. Dalam konteks agama Kapitayan, leluhur yang awal sekali dikenal sebagai penganjur Kapitayan adalah tokoh mitologis Danghyang Semar putera Sanghyang Wungkuham keturunan Sanghyang Ismaya. IC/AND/XIII/15

Share
Published by
Wisnu