Pada fase ketiga, Kerajaan Majapahit semakin terpuruk. Tidak ada pencapaian berarti pada fase ini selain kemunduran dan lepasnya beberapa Negara bawahan yang menjadi sekutu Majapahit. Meski ada perbaikan pada sistem pemerintahan, namun Majapahit gagal untuk bertahan dan mengalami masa senjakala. Berikut Raja dan Ratu yang memerintah pada masa suram ini :
KERTAWIJAYA (1447 – 1451)
Ketika Ratu Suhita mangkat, adiknya, Kertawijaya naik tahta pada 1369 Saka atau 1447. Tidak ditemukan banyak catatan mengenai masa pemerintahannya kecuali maraknya bencana alam gempa bumi dan gunung meletus. Kertawijaya pernah mengeluarkan Prasasti yang dinamakan Waringin Pitu pada masa awal pemerintahannya. Prasasti ini menuliskan sistem pemerintahan kerajaan, pejabat menteri, pemimpin rohani, dan wilayah-wilayah kerajaan bawahan utama Majapahit beserta penguasanya.
RAJASAWARDHANA (1451 – 1453)
Hingga 1451 Rajasawardhana naik tahta menggantikan Kertawijaya. Tidak banyak catatan atau bukti sejarah tentang Rajasawardhana, bahkan disebutkan setelah kematiannya Kerajaan Majapahit terjadi kekosongan pemerintahan hingga 3 tahun.
GIRISHAWARDHANA (1456 – 1466)
Penerus setelah masa kekosongan itu adalah Raja bawahan di Wengker atau Bhre Wengker. Seperti tertulis dalam Prasati Waringin Pitu, Pejabat Bhre Wengker adalah Girishawardhana Dyah Surya Wikrama.
SURAPRABHAWANA (1466 – 1477)
Suraprabhawana atau Bhre Pandansalas naik tahta seperti yang tertulis di prasasti yang ditemukan di selatan Bojonegoro yang bernama Prasati Tamintihan. Prasasti itu juga mengisahkan peristiwa dimana seorang raja yang meninggalkan istana Majapahit saat terjadi konflik di Majapahit.
WIJAYAKARANA (1478 – 1486)
Pada 1400 Masehi, data mengenai Raja Majapahit semakin gelap. Namun setelah penemuan Prasasti Petak, secara perlahan perjalanan pemerintahan Majapahit kembali terkuak. Prasasti ini menceritakan tentang seorang raja yang bertahta 1458. Prasasti lain, yakni Prasati Jiyu menceritakan wilayah Majapahit atau Wilwatikta mencakup Janggala dan Kediri. Tome Pires, seorang pelaut Portugis mencatat dalam bukunya “Sumaoriental” dengan memberikan penjelasan pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Bhre Mataram kemudian dilanjutkan oleh Bhatara Vojjaya (Bhatara Wijaya atau Brawijaya).
RANAWIJAYA (1486 – 1513)
Usai perang yang berujung dengan kekalahan Bhre Pandansalas, maka posisi istana Majapahit juga dipindah, ke Daha di Kediri. Ranawijaya identik dengan Bhre Kertabumi dan bergelar Brawijaya. Ada sedikit masalah kesejarahan akibat tutur lisan masyarakat ketika menyebut nama Raja Brawijaya V. Penyebutan angka dalam khazanah Jawa belum lazim ketika. Penyebut angka pada gelar raja baru dimulai pada era Mataram Islam seperti gelar Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, Mangkunegoro V, dan lain sebagainya sebagai akibat pengaruh budaya koloni Belanda. IC/AND/XV/25