Banyak orang penasaran, seperti apa keadaan kehidupan Majapahit pada awal abad ke-15. Beruntung ada Ma Hua seorang juru tulis dan juru bahasa dari Laksamana Cheng Ho, yang menyertai saat Cheng Ho berkunjung ke Nusantara dan berkesempatan untuk mampir dan melihat seperti apa kerajaan Majapahit.
Kunjungan ini dilakukan pada sekitar 1405- hingga 1433. Dalam lawatan tersebut, Ma Hua bertugas untuk mencatat apa saja kegiatan yang dilakukan oleh ekspedisi tersebut. Mulai dari keseharian anggota ekspedisi, kapal, perbekalan hingga mencatat seluruh laporan saat mereka singgah dan berinteraksi dengan masyarakat di Nusantara.
Semua catatan dan berita itu dirangkum dalam buku berjudul Ying Yei Sheng. Menariknya Ying Yei Sheng menjelaskan ibu kota Majapahit terletak di pedalaman Jawa. Kerajaan Majapahit memiliki kota pelabuhan di pantai seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya telah banyak dihuni oleh pendatang dan pedagang Cina.
Ma Hua juga mencatat jika ke ibu kota, mereka harus menuju Canggu terlebih dahulu dengan menaiki perahu-perahu kecil, dengan menyusuri sungai Brantas, sebelum dilanjutkan lewat darat menuju kota. Istana raja dikelilingi tembok tinggi lebih dari 3 zhang ( 1 zhang : 3,3 meter) kemungkinan tinggi tembok yang melingkupi istana raja itu setinggi kurang lebih 10 meter.
Pada salah satu sisinya terdapat pintu gerbang yang besar dan berat. Saat di dalam tembok ada halaman di sisi dalam dinding tembok istana ditata dengan sangat baik dan bersih. Tinggi atap bangunan istana antara 4-5 zhang (antara 12-15 meter). Gentengnya dibuat dari papan kayu yang bercelah-celah kemungkinan berbentuk sirap. Di dalam istana terdapat bangunan dengan bentuk panggung papan kemungkinan bangunan bale yang di permukaannya terbentang tikar rotan tempat orang duduk bersila.
Maharaja Majapahit tinggal di istananya, Ma Hua melihat raja kadang-kadang tidak memakai mahkota saat di istana. Namun bila ada seremonial atau kunjungan raja seringkali menggunakan mahkota yang terbuat dari emas. Raja memakai kain dan selendang yang dijelujuri benang sutera, namun tanpa alas kaki. Raja dan para bangsawan Ke manapun pergi selalu membawa satu atau dua bilah keris. Apabila raja ke luar dari istana, la akan menaiki gajah atau kereta yang ditarik oleh lembu untuk berpergian ke tempat yang agak jauh atau saat mengunjungi wilayah kekuasaanya.
Selain tentang raja dan para keluarganya, laporan Ma-Huan juga membeberkan fakta-fakta unik lain. Ia menuliskan jika ibu kota Majapahit atau kotaraja berpenduduk sekitar 200-300 keluarga. Jika di zaman sekarang, jumlah tersebut terkesan sangat sedikit, namun pada masa itu, jumlah penduduk seperti itu adalah angka yang cukup besar. Bagaimana penduduk kotaraja telah memakai kain dan baju yang indah-indah. Kaum lelaki berambut panjang dan terurai, sedangkan perempuannya bersanggul. Gaya hidup ini dapat dilihat dari temuan terakota berbentuk figuran yang banyak tersebar di seluruh wilayah Trowulan, Mojokerto.
Menurut Ma Hua, udara di Jawa panas sepanjang tahun, seperti musim panas di Cina. Panen padi terjadi dua kali dalam setahun, butir berasnya amat halus. Di Jawa terdapat pula wijen putih, kacang hijau, dan lain-lain, kecuali gandum. Rempah-rempah juga tumbuh dengan subur. Buah-buahan banyak jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsat, dan semangka. Tebu di Jawa panjangnya sampai 2-3 zhang, dan rasanya manis. Namun diJawa tidak terlihat adanya persik dan plum. Sayur-mayur juga berlimpah dan banyak macamnya, yang tidak terdapat hanyalah kucai (Chinese chives).
Ma-Huan juga terkesan dengan berbagai burung langka yang dikenal di masyarakat, misalnya diceritakan adanya burung beo putih sebesar ayam betina yang mampu menirukan percakapan manusia. Terdapat juga ayam mutiara (kalkun), kelelawar, burung nilam, tekukur yang beraneka warna, merak pipit, dan lain-lain. Ternak yang dipelihara penduduk Majapahit sebagaimana disaksikan Ma-Huan antara lain adalah sapi, kambing, kuda, babi, ayam, dan bebek, tetapi tidak terlihat angsa dan keledai. Hewan langka yang mengesankan Ma-Huan adalah monyet putih dan rusa putih. Bersambung/IC/AND/XIII/18