Karena penduduk Desa Bayung Gede, terbuat dari tanah liat, maka ari-ari bayi yang baru lahir harus digantung di pohon agar terhindar dari incaran manusia yang belajar aji wegig.
Ari-ari (plasenta) yang menyertai bayi saat lahir, menurut kepercayaan masyarakat Bali (Hindu), harus diperlakukan secara istimewa karena diyakini sebagai bagian dari wujud sang catur sanak atau empat saudara batin yang menyertai kelahiran manusia.
Umumnya, ari-ari yang menyertai sang bayi saat lahir biasanya dikubur atau ditanam di halaman rumah agar bau khas ari-ari tidak tercium sampai keluar. Di mana saja tercium bau amis ari-ari, bangsa makhluk halus akan datang.
Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani punya tradisi tersendiri dalam menjaga ari-ari. Di kawasan desa Bali Aga ini, ari-ari tidak ditanam atau dikubur di pekarangan rumah, melainkan digantung di pohon-pohon yang menjadi kuburan khusus ari-ari di desa tersebut. Menurut salah seorang tokoh masyarakat setempat, Jero Bahu Kendri, sudah berlangsung sejak zaman pra sejarah dan hingga kini masih dilaksanakan.
Menurut mitos, manusia pertama yang tinggal di Desa Bayung Gede terbuat dari tanah liat. Karena itu ari-ari manusia yang lahir di desa tersebut pantang ditanam di tanah apalagi di pekarangan rumah. Jika ditanam di tanah, akan berakibat vatal. Selain diganggu orang yang menjalankan ilmu hitam, juga disalahkan roh leluhur dan para dewa di desa tersebut.
Suatu ketika pernah terjadi peristiwa akibat kesalahan tatacara penguburan. Menanam ari-ari anaknya di pekarangan rumahnya sesuai tradisi yang diyakini di desa asalnya. Akibatnya, keluarga dan si anak terus tertimpa penyakit.
Ketika ditanyakan pada orang pintar dikatakan, ia dimarahi roh leluhur yang menjaga kawasan Desa Bayung Gede. Sejak kejadian itu, tak seorangpun warga berani melanggar ketentuan tersebut. Kendati tinggal di luar desa, bila memiliki bayi baru lahir, ari-arinya pasti dibawa ke kuburan ari-ari.
Tatacara penguburan ari-ari di Desa Bayung Gede memang berbeda dengan desa lain di Bali. Ari-ari yang telah dibersihkan diangkat dengan sepit bambu, kemudian ditaruh di dalam buah kelapa yang sudah dibelah dua.
Ari-ari dalam kelapa dibekali pisau dari bambu atau ngaad, campuran kapur sirih dan kunir (tengeh), abu dan sepit tadi. Setelah belahan kelapa disatukan, ditutup dengan olesan kapur sirih dan diisi alat penggantungan berupa tali dari bambu.
Ari-ari dalam buah kelapa dibawa ke kuburan ari-ari dengan cara dijinjing menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kiri memegang sebilah sabit. Saat menuju kuburan, antara ari-ari di tangan kanan dan sabit di tangan kiri tidak boleh ditukar.
Pantangan lainnya, tidak boleh berbicara saat berjalan ke kuburan. Jika ada orang bertanya, tidak boleh disahuti. Bila disahuti, konon membuat bayi cacat seperti sering cemberut atau tertawa terus, tergantung jawaban si pembawa ari-ari ke kuburan.
Sesampai di kuburan, ari-ari dipindahkan ke tangan kiri, sedangkan sabit di tangan kanan dipakai memotong cabang pohon bukak untuk tempat menggantungkan ari-ari. Ketentuan ini tidak boleh diubah apalagi dilanggar karena risikonya cukup besar. IC/V/AND/3/ bersambung.
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia