Candi Gampingan diyakini sebagai tempat persemayaman Dewa Rejeki. Karena itulah beragam ritual kerap digelar warga di sekita candi ini agar senantiasa melimpahkan berkahnya berupa kesuburan dan kemakmuran.
Asap dari tungku pembakaran batu bata menyeruak membentuk kabut tipis yang menyelimuti kawasan Dusun Gampingan, Desa Sri Mulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Jogjakarta. Hal demikian menjadi pemandangan umum di desa ini. Sebab hampir sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pembuat batu bata. Sehingga sejauh mata memandang ke seluruh sudut desa, deretan tungku pembakaran tampak terlihat berdiri di halaman beberapa warga.
Banyaknya warga yang menjadi pembuat bartu bata, tak lepas dari jenis dan kondisi tanah di desa ini yang memang sangat bagus. Tanah liat yang tersedia memiliki kandungan kapur yang bila dibuat batu bata, akan menjadi batu bata yang keras. Sehingga ujung-ujungnya banyak dicari oleh mereka yang akan membangun rumah. Yang berarti akan mendatangkan banyak uang.
Namun, profesi menjadi pembuat batu bata ternyata tak hanya menguntungkan secara ekonomi. Sebab dari aktifitas penggalian tanah sebagai bahan pembuat batu bata ini, akhirnya berhasil ditemukan sebuah candi yang sangat unik. Yang oleh warga setempat disebut dengan Candi Gampingan.
Disebut demikian karena selain berada di Dusun Gampingan, bahan pembuatan candi ini juga berasal dari batu putih (kapur/gamping). Sedangkan keunikannya adalah dari relief yang terukir di seluruh permukaan kaki candi. Berbeda dengan relief di candi-candi lain yang umumnya merupakan urutan sebuah cerita tentang perjalanan hidup para dewa. Di Candi Gampingan relief yang terukir justru didominasi dengan gambar binatang, tanpa adanya urutan cerita.
“Candi ini dulu ditemukan secara tidak sengaja. Namanya juga orang mau bikin batu bata, ya harus menggali tanah. Namun pas nggali itu, tiba-tiba cangkulnya terbentur batu yang ternyata candi ini,” kenang Supardi, sesepuh Dusun Gampingan yang rumahnya dekat dengan candi.
Namun sayang, candi yang ditemukan sudah tidak utruh lagi. Yang tersisa hanyalah bagian dasar candi setinggi sekitar 1,2 meter. Namun demikian, eksotika dari candi yang diperkirakan dibuat pada abad IX Masehi ini masih begitu terlihat.
Hal ini tak lepas dari begitu indahnya relief yang terpahat di hampir seluruh dinding candi tersebut. Relief hewan di Gampingan begitu natural hingga bisa diketahui jenis hewan yang digambarkan.
Tak banyak candi yang memiliki relief semacam itu. Sebut saja Candi Prambanan dan Mendut yang diketahui memiliki kesamaan relief tersebut. Panil relief-relief indah tersebut dihiasi dengan sulur-sulur yang terkenal dengan sebutan padmamula atau para arkeolog menyebutnya akar tanaman teratai, yang diyakini sebagai sumber kehidupan bagi manusia.
Wakil Dewa
Tampak jenis hewan yang mendominasi adalah burung. Di antaranya burung gagak dengan paruh besarnya. Lalu burung pelatuk yang lengkap dengan jambul dan paruhnya yang runcing. Selain itu juga ada relief ayam jantan serta katak. Khusus untuk katak, relief binatang ini terlihat begitu dominant. Karena hampir di setiap sisi bangunan tampak terpahat gambarnya mendampingi gambar burung.
Entah kenapa jenis binatang ini yang dipilih sebagai obyek relief. Namun dari keyakinan yang berkembang di masyarakat, burung diyakini sebagai perwujudan para dewa yang sekaligus merupakan pembawa pesan dari alam para dewa atau nirwana. Burung juga berkaitan dengan kebebasan absolut manusia yang dicapai setelah berhasil meninggalkan kehidupan duniawi, lambang jiwa manusia yang lepas dari raganya.
Demikian juga dengan katak. Binatang yang satu ini juga diyakini sebagai binatang yang memiliki hubungan special dengan para dewa. Dengan suaranya yang khas, binatang ini diyakini mampu memanggil hujan. Sehingga di beberapa kelompok masyarakat, terutama yang memiliki pola kehidupan agraris, binatang ini begitu dipuja.
Dan agaknya gambaran yang terdapat di Candi Gampingan memang sangat terkait dengan keadaan masyarakat di sekitarnya. Sebab selain menjadi pengrajin batu bata, masyarakat Piyungan memang dikenal sebagai petani. Hamparan sawah yang luas dengan tanahnya yang sangat subur, memang sangat mendukung profesi ini. Dan candi ini sepertinya memang sengaja dibuat demi kepentingan dunia pertanian.
Di candi inilah beragam prosesi ritual pemujaan pada Dewa Rejeki dan Dewa kesuburan dilakukan. Hal ini terbukti dari ditemukannya arca Dewa Jambhala yang merupakan Dewa Rejeki. Dewa Jambhala adalah anak Dewa Shiwa, yang seringkali dipuja oleh mereka yang mengharap rejeki berlimpah.
Keberadaannya di tengah areal persawahan desa diyakini sangat tepat. Sebab keberadaan candi dengan dewa utamanya itu diyakini akan menebarkan aura positif yang mampu membuat lahan pertanian senantiasan menjadi subur. Sehingga kemakmuran dan kesejahteraan yang didambakan bisa selalu tercapai. IC/VIII/AND/30
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia