Categories: The Route

Pelabuhan Tuban Masa Lalu (Bagian 2). Temuan Jangkar Raksasa Bukti Pelabuhan Internasional

Ma Huan (1416) menyebutkan, Tuban yang disebut sebagai Tu-ping-suh, pada waktu itu merupakan pusat perdagangan rempah-rempah. Ini adalah bukti Tuban pernah menjadi pelabuhan internasional yang sangat dikenal ke mancanegara.

**********************

Tuban sebagai pelabuhan internasional masih meninggalkan jejak yang sangat jelas. Beberapa sisa-sisa masih bisa dilihat di Museum Kambang Putih, Tuban, Jawa-Timur. Jangkar kapal misalnya, ada yang memperkirakan saat terjadinya pertempuran antara balatentara Tartar dan pasukan Wijaya, ikut tenggelam bersama kapal yang membawanya. Tapi ada juga yang menduga, ekspedisi pelayaran Cheng Ho antara 1371 hingga 1435 yang meninggalkan bukti-bukti sejarah tersebut.

Jangkar tersebut adalah jangkar bermata empat yang ditemukan di Desa Bulu, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, pada 1979. Di lokasi ini juga ditemukan 4 jangkar lainnya. Namun yang bermata empat hanya yang sekarang disimpan di Museum Kambang Putih. Dua dari empat jangkar tersebut masih ‘in situ’, berada di lokasi penemuan. Sedang dua lainnya berada di Museum Mpu Tantular Surabaya.

Supriadi, mantan Kepala UPTD Museum Kambang Putih, menuturkan studi kepustakaan yang dilakukannya, jangkar bermata empat merupakan ciri khas jangkar kapal Tiongkok. Ini berbeda dengan jangkar kapal-kapal dari Eropa dan Timur Tengah yang umumnya bermata dua. “Jangkar ini dibuat secara tradisional,” kata Supriadi.

Di seluruh badan jangkar ini, terdapat tempaan tidak rata hasil pukulan benda sejenis palu. Tingginya 183 cm, tebal 14 cm, dan panjang masing-masing mata jangkar 123 cm. Uniknya, bahan jangkar adalah satu besi utuh. Empat matanya dibuat dengan cara membelah salah satu ujung besi tersebut.

Dugaan analisa dikuatkan oleh beberapa sumber Tiongkok dari abad ke XV. Dalam sebuah kitab sejarah Tiongkok disebutkan nama-nama pelabuhan yang dilalui oleh pengembara Tiongkok yang hendak menuju kotaraja Majapahit.

Kapal yang datang dari negara lain datang pertama kali di kota yang bernama Tu-pan. Dari Tu-pan menuju ke timur sekitar setengah hari, kamu akan menemukan desa baru, dengan nama asingng Koer-sik (Gersik)…Kemudian pada kota yang bernama Su-lu-ma-I, dengan nama asingnya Su-erh-pa-ya (Surabaya). Dari Su-erh-pa-ya menggunakan perahu kecil sekitar tujuh atau delapan li menuju pelabuhan Cang-ku, setelah perjalanan setengah hari, kamu akan mengunjungi Man-chepo-I (Majapahit), tempat Raja tinggal”. Demikian bunyi terjemahan kitab tersebut.

Berdasar sumber-sumber tersebut, Tuban pernah menjadi pelabuhan internasional yang sangat dikenal ke mancanegara. Selain sebagai persinggahan kapal-kapal niaga dari mancanegara, menurut Ma Huan (1416), Tuban yang disebut sebagai Tu-ping-suh, pada waktu itu merupakan pusat perdagangan rempah-rempah.

Jangkar pecah mata empat, khas jangkar kapal-kapal dari Tiongkok, Source: Heru HK.

Pada masa Airlangga, pelabuhan yang oleh penguasa lokal disebut sebagai pelabuhan Kambang Putih itu berfungsi sebagai pelabuhan antar negara. Sedangkan Hujung Galuh merupakan pelabuhan antar pulau. Pelabuhan Kambang Putih adalah tempat berlabuhnya kapal-kapal niaga dari wilayah Nusantara, Asia Selatan, dan Asia Timur.

Selain peran tersebut, Sejarah Tuban juga menunjukkan bahwa daerah ini mempunyai fungsi penting dalam pertahanan militer. Prasasti Kambang Putih misalnya menyebutkan bahwa Sri Maharaja Sira Mapanji Garasakan memberi perintah kepada penduduk untuk memperbaiki pelabuhan Kambang Putih. Fungsi sebagai ujung tombak pertahanan ini masih dipertahankan sampai masa akhir Singasari.

Dalam kitab Pararaton, disebutkan bahwa Pelabuhan Tuban adalah tempat tentara Singasari berangkat menuju Melayu pada 1275. Fungsi ini, ditambah dengan fungsi perniagaan, berlanjut ketika Tuban berada di bawah naungan Majapahit.

Jangkar besar temuan warga yang diduga dari kapal Mongol atau China, Source: Heru HK

Jangkar Besar

Kapal-kapal berukuran besar pernah singgah di pelabuhan ini. Salah satu jangkar bermata dua yang sekarang berada ‘in situ’, menjadi buktinya. Panjang jangkar ini sekitar 4 meter, dengan lebar 2 meter, atau dua kali lebih besar dari jangkar yang ada di Museum Kambang Putih. Dengan ukuran jangkar sebesar ini, bisa diperkirakan bagaimana besar kapal yang membawanya.

Dan diantara kapal-kapal dari India Utara, India Selatan, Siam, Burma, Kamboja, dan Campa, kapal-kapal dari Tiongkok mulai mendominasi perdagangan di Tuban pada abad ke-13. Kitab-kitab sejarah Tiongkok menyatakan itu, disamping bukti-bukti fisik sejarah lain disamping jangkar bermata empat di atas. Seperti beberapa keramik dan guci Tiongkok koleksi Museum Kambang Putih.

Beberapa keramik dan gerabah temuan di sekitar pantai Tuban, Source: Heru HK

Keramik-keramik koleksi Museum Kambang Putih berbentuk guci bertelinga empat dan aneka ragam alat keperluan rumah-tangga. Pada beberapa guci besar atau tempayan terdapat cap kerajaan dan hiasan bermotif tumbuh-tumbuhan. Keramik-keramik yang ukurannya bervariasi ini, ditemukan di seputar Pantai Boom, Tuban, pada 1980-an.

Menurut Heri Kustomo, salah seorang peserta penulisan deskripsi koleksi unggulan Museum Kambang Putih, penelitian yang dilakukan selama ini menyimpulkan bahwa keramik-keramik tersebut berasal dari abad XII sampai XII. Berdasarkan analisis pertanggalan keramik-keramik Tiongkok, keramik yang ditemukan di Tuban, antara lain berasal dari Dinasti Sung (1127-1279 M), Dinasti Yuan (1278-1367 M), dan Dinasti Ming (1368-1644 M).

Sebuah penelitian yang dilakukan Balai Arkeologi Jogjakarta pada 1980, juga mengemukakan, saat dilakukan survey bawah air di sekitar Pantai Bulu, Gadon, Tuban, dan Palang, banyak ditemukan keramik yang berasal dari Dinasti Yuan.

Lanatas, dimanakah letak pusat pelabuhan tersebut, apakah persis di pinggir laut Kota Tuban sekarang? Menurut Supriadi, besar kemungkinannya pelabuhan masa lalu itu terletak di kawasan Glondong, Kecamatan Tambak Boyo. Bahwa ada 5 jangkar ditemukan di sekitar tempat ini, menjadi bukti kuatnya.

Di Desa Bancar, Kecamatan Bancar, juga bisa ditemui sebuah tempat yang bisa diduga sebagai tempat pelabuhan itu dulu berada. Menurut penduduk setempat, di lokasi yang sekarang menjadi tempat pelelangan ikan (TPI) itu, sekitar akhir 1970-an masih bisa ditemui benda-benda yang menguatkan pendapat bahwa tempat itu dulu sebuah pelabuhan. Seperti reruntuhan rumah-rumah kuno, sumur, dan rantai-rantai kapal yang dibuat tanpa sambungan. “Sayang bekas-bekas itu sudah hilang ketika oleh penduduk tempat itu dibuat tambak,” kata Rasman, warga Bancar.

Setelah mencapai puncak kejayaannya pada abad XIV, Pelabuhan Tuban mengalami kemunduran bersamaan surutnya Majapahit. Beberapa sumber Tiongkok menyebutkan, Pelabuhan Tuban sebagai tempat yang tidak aman, sehingga kapal-kapal Tiongkok menjauhinya. Mereka lebih suka ke pelabuhan Gresik dan Surabya. Bahkan disebut, pelabuhan ini sebagai sarang bajak laut, karena penguasa pelabuhan memaksa kapal-kapal Tiongkok untuk singgah. IC/sumber : Heru HK/habis.

 

Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia

Share