Tak banyak yang mengenal sosok Arya Damar. Meski jejaknya terbilang misterius namun Arya Damar punya kontribusi besar bagi kejayaan Majapahit. Karena tanpa kehadiran dan keahliannya, maka kampanye militer Majapahit tidak akan pernah mencapai perkembangan yang berarti.
Selain sebagai aahli dan panglima perang, Arya Damar adalah seorang ilmuwan pada masanya. Karena lewat kepiawaiannya, racikan mesiu yang dipakai oleh pasukan Majapahit mampu meledak melumpuhkan musuh-musuhnya.
Kronik Tiongkok di klenteng Sam Po Kong Semarang menyebutkan Arya Damar memiliki nama Tionghoa, Swan Liong atau Naga Berlian. Ia tak memiliki nama marga karena ibunya adalah wanita peranakan yang tidak berhak menyandang marga.
Menurut kronik tersebut Arya Damar adalah kepala pabrik peracikan mesiu atau orang yang dipercaya mengurusi kebutuhan Mesiu untuk militer Majapahit. Seperti diketahui pada masa itu, Majapahit telah mengoperasikan meriam dan bedil dalam persenjataan militer mereka. Karena keahliannya itulah, Ratu Tribuanatunggadewi memutuskan mengangkatnya menjadi seorang adipati di Palembang.
Bukan tanpa alasan Arya Damar dipilih sebagai Adipati Palembang. Ketika itu Palembang merupakan salah satu pangkalan barat angkatan laut Majapahit di luar Jawa atau Sumatra. Sehingga memerlukan Pimpinan yang paham betul soal persenjataan utamanya meriam dan mesiu. Karena armada Majapahit tetap dominan di Asia Tenggara karena superioritasnya dalam menggunakan teknologi persenjataan modern.
NamA Arya Damar banyak disebut dan ditulis di kitab-kitab kuno kala Majapahit tengah melakukan invasinya ke Bali. Dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali disebut penguasa Palembang itu turut membantu Majapahit menaklukkan Bali pada 1343. Arya Damar memimpin lebih dari 15.000 prajurit menyerang Bali dari sisi utara, sementara Gajah Mada menyerang dari sisi selatan dengan jumlah prajurit yang hampir sama.
Lewat pertempuran yang sengit Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan desa Ularan di pantai utara Bali. Pertempuran yang berlangsung siang dan malam selama dua hari itu rupanya memakan korban yang cukup besar meski akhirnya pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri menyerah. Kemarahan Arya Damar dilampiaskan dengan menghukum mati Pasung Giri.
Karena belum mencapai tujuan, Arya Damar kembali ke Majapahit untuk meminta tambahan tentara sambil melaporkan kemenangan di Ularan. Namun Ratu Tribhuwana Tunggadewi justru marah atas kelancangannya, membunuh pasung Giri yang sudah menyerah. Sebagai hukuman Arya Damar kembali dikirim ke Bali tapi dalam komando Gajah Mada.
Sesampai di Bali, ia lantas bergabung dengan Gajah Mada untuk bersiap menyerang Tawing. Kembali Arya Damar membuat kesalahan dengan menyerang tanpa persetujuan dari Gajah Mada. Namun maslag itu dapat segera diselesaikan hingga pertahanan terakhir jebol dan Bali pun dapat dikalahkan.
Selama tujuh bulan pertempuran, akhirnya Bali benar-benar dapat dikuasai oleh pasukan Majapahit. Roda pemerintahan di Bali diserahkan pada adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Belog, Arya Kutawandira, dan Arya Sentong. Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya berkuasa di Bali sebagai kerajaan bawahan Majapahit. Arya kenceng juga dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.
Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang. Meski jejaknya terbilang misterius. Ia adalah ahli mesiu yang juga pemimpin legendaris yang berkuasa di Palembang pada pertengahan abad ke-15 Masehi. Ia juga banyak dikenal dengan nama lainnya seperti Ario Damar atau Ario Abdilah. IC/AND/XIII/08