Bukan hanya Sriwijaya yang menjadi penguasa lautan Nusantara. Ternyata, Majapahit juga mengikuti jejak Sriwijaya menguasa hampir seluruh perairan di wilayah Asia Tenggara. Bahkan Angkatan laut yang kuat ini membuat kekuatan darat Majapahit dapat dikirim ke berbagai darah baru hingga mampu melakukan penaklukan secara cepat dan efektif.
Majaphit menjadi besar karena kuat di darat dan di laut. Rahasia ketangguhan Majapahit itu ada pada budaya kebahariannya, melalui Jung Java, kapal raksasa Jawa. Rupanya keahlian berlayar dan menjadi pengelana lautan ini didapat secara turun-temurun dari para leluhurnya, para penutur bahasa Austronesia.
Bukan dongeng atau cerita hisapan jempol belaka, fakta budaya bahari ini diperkuat dengan hasil penelitian dari para arkeologi yang memperkirakan masyrakat Austronesia sudah piwai berlayar dari tanah asalnya di kepulauan Formosa, Taiwan, menuju pulau-pulau di Nusantara sekitar 3500 SM.
Kempuan arung lautan itu tentu saja sejalan dengan keberhasilan dan ketangguhan Jung milik Majapahit. Semua ini tidak terlepas dari teknik pembuatan kapal yang rumit nan menakjubkan. Bangsa Austronesia membuat kapal dengan tiang layar berkaki tiga, serta dilengkapi cadik sebagai penyeimbang.
Dalam buku Austronesian Prehistory in Southeast Asia: Homeland, Expansion and Transformation tulisan Peter Bellwood dijelaskan tentang permulaan penjelajahan masyarakat Austronesia ke Asia Tenggara, hingga menetap di Sumatra dan Jawa yang kemudian berkembang menjadi kerajaan-kerajaan besar.
x
Selain dari kapal yang sesuai dengan tipe lautan Asia, ekspedisi orang-orang Austronesia ini juga didukung oleh perbekalan bahan makanan yang tahan lama. Artinya mereka sudah mampu mengolah aneka perbekalan makanan yang mampu menemani mereka selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan saat berada di tengah lautan. Bukan hanya itu, mereka juga sudah menemukan sumber karbohirat umbi-umbian, jemawut, biji-bijian dan pisang yang dapat mereka bawa serta selama berbulan-bulan.
Kemampuan survival itu terus berkembang, terutama soal bercocok tanam dan menangkap ikan. Orang Austronesia ini mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan barunya. Mereka mengembangkan kemampuan untuk hidup di dua lingkungan, darat dan laut, maritim dan agraris, mereka andal berburu ikan untuk bertahan hidup di laut. Hal ini menjadi kunci bertahan selama proses pengarungan samudra.
Tradisi dan kemampun teknologis, agraris dan maritim sekaligus tersebut, terus diturunkan kepada masyarakat Majapahit. Bukti arkeologi dan catatan sejarah, menerangkan bahwa pada zaman Majapahit, budaya maritim dan agraris berkembang pesat dan saling mendukung.
Ketrampilan agraris itu melahirkan hasil agraria luar biasa. Keberhasilan itu ditunjang oleh tanah Pulau Jawa yang sangat subur, komoditas yang mereka hasilkan diperdagangkan dalam perniagaan internasional. Lada, pala, kayu manis, dan padi menjadi primadona perdagangan ke berbagai pulau melalui kapal-kapalnya yang kuat dan tangguh.
Tak sedikit wilayah di luar nagari yang ditempuh oleh Jung Majapahit, seperti Campa, Khmer, Ayuthia, Cina, bahkan Decima di Jepang. “Perniagaan yang dilakukan tidak sekadar urusan bisnis atau ekonomi saja, melainkan adanya penyebaran pengaruh kebudayaan. IC/AND/XIII/29