Desa Pejeng di Gianyar mungkin tidak begitu banyak dikenal orang. Namun, siapa sangka, desa yang satu ini punya nilai arti sejarah yang sangat penting di Bali. Desa Pejeng adalah pusat pemerintahaan kerajaan besar pada zaman Bali Kuno.
Adalah GE Rumphias, seorang naturalis asal Belanda, yang menulis laporan berjudul Amboinsche Reteitkamser. Dalam laporan itu Rumphias menulisakan nama Desa Pejeng, ia juga menyebut adanya genderang dari perunggu yang kemudian lebih populer dikenal sebagai Bulan Pejeng.
Bulan Pejeng Penguak Sejarah
Bulan Pejeng adalah artefak yang menjadi langkah awal menguak sejarah tersembunyi Desa Pejeng. Keunikan dari Bulan Pejeng adalah bahan pembuatannya dari logam perunggu. Awalnya gendering dikira terbuat dari meteorit. Bahkan masyarakat tidak ada yang berani menyentuh atau memindahkannya, karena mereka kira akan terjadi musibah jika dipindahkan.
Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, diketahui Desa Pejeng memiliki peran sentral di masa lalu. Ditemukan juga berbagai peninggalan penting dari kerajaan zaman Bali Kuno berupa tulisan. Dari beberapa artefak yang ditemukan, diperkirakan terdapat kerajaan di Pejeng pada rentang antara 883 sampai 1343 Masehi.
Tempat Berdirinya Kerajaan Bedulu
Penemuan benda-benda bersejarah tersebut membuktikan dulunya terdapat sebuah kerajaan besar yakni Kerajaan Bedulu. Nama Pejeng sendiri pada era Bali Kuno sebenarnya adalah Soma Negara. Banyak ahli berpendapat wilayah ini adalah ibu kota dari Kerajaan Bedulu. Karena lokasinya berada di Pejeng banyak orang akhirnya menyebut kerajaan Bedulu sebagai Kerajaan Pejeng.
Pejeng sendiri memiliki arti paying, hal ini mengacu pada lokasi dimana raja Bali Kuno yang memerintah secara bijak dan memayungi rakyat. Bedulu adalah kerajaan yang memiliki peran penting sebagai kerajaan yang mempertahankan wilayah Bali dari gempuran Kerajaan Majapahit pada 1343.
Namun Bedulu tidak mampu menahan gempuran Majapahit yang langsung dipimpin langsung oleh Patih Gajah Mada. Sempat terjadi perlawanan atau pemberontakan pada masa pemerintahan Dalem Makambika pada 1347, namun perlawanan itu berakhir tragis. Selanjutnya, wilayah Pulau Bali dibawah kontrol Majapahit. Gajah Mada menempatkan seorang raja atau dalem bernama Sri Kresna Kepakisan. Dari sinilah kemudian muncul kerajaan-kerajaan kecil di Bali yang merupakan keturunan dari Dinasti Kepakisan. IC/AND/XIV/05