Kisah kejayaan Nusantara adalah sebuah capaian peradaban agung yang dicapai oleh masyarakat yang mendiami wilayah di Nusantara. Begitu banyak peninggalan, artefak, karya dan kitab-kitab kuno yang menerangkan pacapaian tersebut. Namun seiring perkembangan zaman, bukti-bukti itu satu persatu hilang atau rusak.
Kehilangan dan kerusakan paling parah terjadi pada saat Nusantara menjadi daerah koloni kerajaan Belanda. Bagaimana secara sistematis orang-orang asing ini menghancurkan peradaban yang telah ada ribuan tahun. Bagaimana orang Belanda mencuri dan mengangkut kitab-kitab dan karya seni untuk dipelajari dan disimpan di beberapa museum dan bank-bank terkemuka di Eropa. Berikut ini 5 kitab kuno yang menjadi bukti peradaban kelas dunia yang ada di Indonesia.
Negara Kertagama
Kitab tunggal (tidak ada salinannya) ini diperkirakan selesai ditulis pada 1365. Ditulis Empu Prapanca yang merupakan nama samaran dari Dang Acarya Nadendra, seorang biksu Buddha di Kerajaan Majapahit saat Prabu Hayam Wuruk berkuasa. Kitab ini berisi syair dalam bahasa kuno Jawa atau kakawin. Mengisahkan kejayaan Kerajaan Majapahit saat dipimpin oleh Prabu Hayam Wuruk, daerah kekuasaan dan juga silsilah keluarga raja Majapahit. .
Kitab ini ditemukan pada 1894 di istana Raja Lombok. J.L.A Brandes, seorang peneliti Belanda menyelamatkannya sebelum di bakar bersama seluruh buku di perpustakaan kerajaan saat serbuan tentara Belanda menjarah keraton di Mataram.
Sutasoma
” Bhinneka Tunggal Ika ” atau berbeda tapi tetap satu jua, petikan bait yang paling terkenal dari kitab ini. Sutasoma adalah kitab berisi kakawin atau syair Jawa Kuno dengan banyak bait. Penulisnya adalah Empu Tantular yang diperintah langsung oleh Prabu Hayam Wuruk yang saat itu masih menjadi raja.
Kitab yang ditulis pada abad ke-14 itu mengisahkan bagaimana kehebatan dan modernnya Kerajaan Majapahit. Bagaimana keragaman suku, kepercayaan bahkan agama sudah tumbuh dan berkembang dari semangat kebersamaan untuk saling mencintai dan menghormati hingga membuat pemerintahan kerajaan menjadi sangat kuat dan disegani di seluruh Nusantara.
Arjuna Wiwaha
Jauh lebih kuno lagi adalah kitan Arjuna Wiwaha, diperkirakan digubah pada abad ke-11. Sebuah karya sastra kuno yang dibuat oleh Empu Kanwa saat pemerintahan Prabu Airlangga pada 1019-1042 di Jawa Timur. Kitab ini membuktikan budaya, seni dan sastra telah tumbuh dan berkembang pada saat itu. Literasi menjadi hal yang sangat biasa pada kalangan tertentu.
Kitab Arjuna Wiwaha berbentuk kakawin ini berisi syair mengenai perjuangan Arjuna. Mengisahkan Arjuna sedang bertapa di Gunung Mahameru. Dewata melihat dan menguji Arjuna dengan mengirim para bidadari untuk mencobainya. Karena keteguhan iman, Arjuna berhasil melaluinya dan memiliki kesaktian yang mampu mengalahkan raksasa yang tengah mengamuk di Khayangan. Karena keberhasilan itu, Arjuna mendapat hadiah istri dari para bidadari.
La Galigo
Hingga saat ini Kitab La Galigo adalah karya sastra paling panjang di dunia. Kitab ini terdiri dari sekitar 6.000 halaman, dan 300.000 baris teks, tidak berlebihan jika La Galigo sangat dikagumi di dunia. Kitab sastra ini dibuat pada sekitar abad ke-13 dan ke-15 masehi oleh bangsa Bugis Kuno.
La Galligo ditulis menggunakan huruf Bugis kuno diatas lembaran daun lontar, membuat tidak semua orang walau paham bahasa Bugis bisa membacanya. Secara umum, La Galigo berisi tentang sajak kisah penciptaan manusia, juga mitos-mitos hebat yang sampai saat ini masih diceritakan dan menjadi folkore. Banyak ahli yang berpendapat La Galigo ditulis sebelum epik Mahabarata India. Saat ini sebagian besar manuskrip La Galigo tersimpan di Museum Leiden, Belanda.
Serat Centhini
Banyak juga yang menyebut Serat Centini sebagai Suluk Tembang Raras. Sebuah karya sastra terbesar dalam kasusastran Jawa klasik. Dalam kitab atau Serat Centini banyak penjabaran mengenai tradisi, ilmu pengetahuan, dan banyak hal yang sudah tidak banyak dilakukan oleh orang Jawa pada abad ke-18 atau bahkan sudah punah. Pakubuwana ke-V adalah sosok penggagas sekaligus penghimpun segala budaya dan tradisi dari Jawa ini menjadi sebuah serat dalam bentuk tetembangan.
Serat Centhini diperkirakan ditulis pada pertengahan abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Pakubuwana ke-V didampingi oleh tiga orang pujangga dan sastrawan istana yang melakukan penulisan dan perangkuman pada banyak hal berkaitan dengan gaya hidup, budaya dan lain sebagainya dari masyarakat Jawa dengan melakukan pengembaraan atau wawancara dengan banyak tokoh di berbagai tempat. IC/VI/AND/06
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia