Categories: Historica

Een Eereschuld, Ketika Belanda Membayar Hutang Kehormatan

Tulisan yang menjadi tamparan keras bagi publik Belanda yang telah melakuan kesalahan besar pada daerah koloninya.

Menjadi daerah kolonial memang menyisakan banyak penderitaan dan kesulitan. Itulah yang terjadi pada wilayah setelah merdeka bernama Indonesia. Selama ratusan tahun Hindia Beladan di koloni dan dikuras sumber daya habis bagi kemakmuran Kerajaan Belanda.

Bahwa Belanda yang dulunya adalah kerajaan kecil dan relatif tertinggal dibanding negara Eropa tetangganya, mendadak menjadi kaya raya dari hasil negara jajahannya. Kekayaan yang melimpah ini didapatkan hanya dalam beberapa dekade saja. Dan semua sumber kekayaan tersebut berasal dari hasil bumi di Nusantara.

Source: wiki

Setelah berjalan lebih dari dua abad, seorang anak muda bernama Conrad Theodore van Deventer (1857- 1915) pergi ke Hindia Belanda. Benar saja, hanya dalam waktu sepuluh tahun, Deventer telah berubah menjadi jutawan baru di Hindia Belanda.

Ia yang ahli hukum bekerja untuk perkebunan swasta serta maskapai minyak BPM. Keahliannya dibidang hukum sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahan itu di tanah kolonial.

Ternyata, selain kaya raya, Deventer juga masih punya hati nurani. Sebuah surat yang ditulis pada 30 April 1886 kepada orang tuanya, Deventer menguraiakan perlunya tindakan yang lebih manusiawi di daerah koloni. Deventer menyatakan Belanda bisa saja mengalami nasib buruk seperti yang dialami Spanyol.

Pada abad ke-19 Kerajaan Spanyol dikabarkan mengalami kebangkrutan, dan muara dari semua masalah itu karena Spanyol salah kelola kekayaan tanah jajahan.

Kegelisahan Deventer terus berlanjut. Pada 1899, ia menulis di majalah De Gids (Panduan ), bertajuk “Een Eereschuld” atau “Hutang kehormatan”. Secara garis besar, substansi tulisan itu adalah : Sebuah hutang yang atas nama kehormatan tetap harus dibayar, meskipun hutang ini tidak dapat dituntut di depan hakim.

Transmigrasi dilakukan untuk mengurangi kepadatan populasi di Jawa, Source: cerdika

Tulisan di majalah itu bukan tulisan kosong. Sederet bukti berupa data dan angka-angka kongkret membuka mata publik di Belanda. Publik Belanda diajak berpikir, dari mana kemakmuran negaranya. Dari mana kenyamanan dan keamanan mereka.

Bahwa Belanda menjadi sangat makmur karena mampu membangun dam-dam, irigasi, jalur transportasi, kereta api dan seterusnya, adalah hasil kolonialisasi yang datang dari daerah jajahan di Hindia Belanda atau Indonesia.

Sebaliknya Hindia Belanda, bak sapi perahan kondisinya sangat mengenaskan, miskin dan terbelakang. Tulisan itu menjadi tamparan keras bagi warga Belanda. Sempat menjadi pro kontra, namun berkat tulisan itu, pemerintah kerajaan Belanda mulai menjalankan kebijakan baru, yakni politik etis pada 1901.

Van Deventer kemudian menjadi anggota parlemen pada 1905 hingga kematiannya pada 1915.

Jasa Deventer adalah munculnya Trias Etika atau Ide politik etis diwujudkan ke dalam tiga hal. Pendidikan, irigasi dan transmigrasi. Pendidikan menjamin bumi putra untuk mendapatkan pendidik yang setara.

Irigasi dan pembangunan infrastruktur menjadi urat nadi penting karena Hindia Belanda sangat bergantung pada pertanian. Sementara transmigrasi lebih pada pemerataan penduduk di Jawa ke daerah lain.

Meski pada praktiknya banyak juga penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang Belada yang berada di Hindia, namun Vandeventer adalah peletak dasar perubahan positif bagi perkembangan sebuah daerah koloni menjadi bangsa yang merdeka.

Bersama istrinya Mevr Maas, Vandeventer mendirikan sebuah yayasan bernama Van deventer Maas. Yayasa ini bergerak untuk memberikan dana pendidikan bagi anak-anak Hinda Belanda kemudian menjadi Indonesia untuk melanjutkan sekolah. Kantor pusatnya berada di Den Haag dengan memberikan bea siswa pendidikan. IC/III/AND.

 

Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia

Share