Bentuknya yang eksotik karena berada dalam lilitan akar Pohon Kepuh, Candi Deres jadi mirip Angkor Wat yang amat mahsyur itu.
Sebelum terjadinya peristiwa Perang Paregreg pada 1404-1406 yang melibatkan Wikramawardhana dari Majapahit Barat dan Bhre Wirabhumi dari Majapahit Timur, wilayah Lamajang dan Tigang Juru menjadi tempat perjalanan muhibah Raja Hayam Wuruk.
Menurut beberapa pendapat istilah Tigang Juru merujuk pada juru atau kepala daerah. Ada pendapat yang menyatakan maksud daerah “Tigang Juru” itu adalah “tiga penjuru” mata angin yaitu Bondowoso dan Situbondo di utara, Jember di selatan dan Blambangan (Banyuwangi) di sebelah timur.
Dugaan ini karena wilayah Lumajang (Lamajang) sudah memiliki nama sendiri, sedangkan penyebutan wilayah yang belum memiliki nama di sekitar Lumajang untuk lebih mudahnya mengacu pada arah mata angin.
Berbalut akar pohon yang telah berusia beberapa abad setelah candi, Source: jembertraveler
Wilayah Tigang Juru merupakan wilayah kekuasaan Arya Wiraraja sebagai bentuk rasa terima kasih dan penghormatan Raden Wijaya kepadanya. Raja dan para petinggi kerajaan lainnya melakukan lawatan ke daerah-daerah tersebut dengan mengendarai kereta-kereta besar yang ditarik oleh lembu.
Mereka diiringi pasukan pengawal yang besar dengan kuda-kuda Sumba yang gagah dan kekar.
Rombongan ini juga menyertakan pujangga istana yang sangat mahsyur, Mpu Prapanca, yang karyanya hingga kini menjadi rujukan untuk mempelajari Majapahit. Mpu Prapancan berkisah dengan sangat detail dan apik mengenai perjalanan muhibah ini dalam Kitab Negarakertagama atau Desawarnana (1365).
Candi dan petirtaan pun dibangun di setiap persinggahan raja, sebagai wujud penghormatan akan pentingnya tempat tersebut bagi wilayah kekuasaan Sang Raja. Tak banyak yang tersisa dari monument-monumen tersebut. Salah satu yang masih bisa disaksikan adalah Candi Deres yang terletak di Desa Purwoasri, Kecamatan Gumukmas, Jember.
Candi pendharmaan yang bentuknya sudah tak utuh ini sebenarnya sangat eksotik. Bagian utama bangunannya dicengkeram dan ditopang oleh Pohon Kepuh, yang seolah melindunginya dari gerusan usia agar tak roboh.
Bentuk ini mengingatkan kita pada Angkor Wat di Kamboja yang mahsyur itu. Bukan mustahil, jika pemerintah setempat serius mengelolanya, candi ini bisa dijadikan sebagai Angkor Wat van Jember.
Batu bata dengan kualitas tinggi yang mampu bertahan hingga berabad-abad, Source: jembertraveler
Kondisinya memang kurang terawat. Pelataran candi yang memiliki luas sekitar 5000 meter persegi dipenuhi oleh semak belukar dibeberapa bagian. Struktur bata yang menjadi bahan utama candi adalah bukti betapa teknologi masa lalu sudah sangat tinggi.
Batu bata merah yang digunakan adalah batu bata yang mutu pembakaran tinggi dan kualitas tanah liat pilihanlah yang membuatnya bertahan hingga lebih dari enam ratus tahun.
Diperkirakan bahwa keberadaan Candi Deres menjadi cukup menarik untuk merunut sejarah Jember di masa lalu. Mustahil seorang raja besar melakukan perjalanan muhibah dan mampir di suatu tempat jika tempat tersebut tak memiliki arti penting.
Arti penting itulah yang harus terus digali untuk menumbuhkan potensi yang bisa terus dieksplorasi hingga kini. Dengan demikian, keberadaan Candi Deres menjadi sentral yang amat penting.
Eksistensi candi ini tak boleh tergerus oleh zaman yang melapukkannya, jangan sampai kemudian hilang tanpa bekas. Keberadaannya tak hanya menjadi sumber inspirasi tetapi sekaligus energi yang akan menyulut kreatifitas untuk mengembangkan daerah setempat. IC/IV/AND/24.
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia