Untuk membendung ekspansi Demak, Raja Sunda memilih menjalin aliansi dengan Portugis. Sebagai bukti perjanjian tersebut kedua kerajaan mendirikan tugu prasasti sebagai langkah nyata dari penyatuan dua kepentingan.
***************
Tugu batu atau dalam bahasa Portugis disebut sebagai padrao ini ditemukan pada 1918 di Batavia, sekarang Jakarta. Prasasti tersebut sebagai tanda perjanjian Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugal. Konon perjanjian ini dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka dibawah pimpinan Enrique Leme.
Aliansi ini dapat berlangsung mulus karena, Enrique pintar mengambil hati Raja. Dalam dokumen Portugis disebut, dari Malaka membawa banyak barang untuk dihadiahkan pada “Raja Samian.” Kemungkinan Raja Samian maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda.
Padrão ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis. Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat saat ini berada di Jalan Cengkih dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I), sekarang wilayah Jakarta Barat.
Padrao ini terbuat dari batu setinggi 165 cm. Di bagian atas prasasti ini terdapat gambar bola dunia atau armillarium dengan garis khatulistiwa dan lima garis lintang sejajar. Gambar lambang biasa digunakan pada masa pemerintahan Raja Manuel I dan Joao III. Di atas lambang tersebut terdapat gambar trefoil kecil, yaitu tumbuhan dengan tiga daun.
Peta karya Portugis menjelaskan posisi Cunda Calapa, Source: researchgate
Pada baris pertama tulisan prasasti tersebut terdapat lambang salib, dan di bawahnya terdapat tulisan DSPOR yang merupakan singkatan dari Do Senhario de Portugal (penguasa Portugal). Pada kedua baris berikutnya terdapat tulisan ESFERЯa/Mo yang merupakan singkatan dari Esfera do Mundo (bola dunia) atau Espera do Mundo (harapan dunia).
Aliasi Sunda dengan Portugis ini adalah langkah strategis Sunda terhadap ancaman kerajaan tetangga yang sangat ekspansif. Khawatir akan serangan angkatan laut Demak terhadap pelabuhan Sunda Kelapa, Raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu.
Pilihan aliansi tersebut jatuh pada Portugal. Armada Portugal terlihat sangat besar dan dominan karena baru saja menguasai Malaka pada di 1511. Pada 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugal menandatangani perjanjian dagang, terutama lada serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.
Padrão Sunda Kelapa, tanda kerjasama Sunda dan Portugis, Source: Museum Nasional
Jorge de Albuquerque, komandan benteng Malaka, mengirimkan kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Dokumen asli Portugis pada 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tanda tangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh Joao de Barros dalam bukunya Da Asia.
Sumber-sumber sejarah tersebut menyebutkan, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya “Raja Samio.” Raja Sunda setuju dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal, serta memutuskan memberikan tanah di mulut Ci Liwung, sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis.
Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka dia akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522. IC/berbagai sumber.
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia