Tanggal 22 Agustus 1815 menjadi tanggal bersejarah bagi dunia kesejarah dan arkeologi Indonesia. Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jawa (1811-1816) memerintahkan Ir. Johannes Willem Bartholomeus Wardenaar (1785–1869) seorang Kapten surveyor militer untuk membuka rahasia sebuah imperium Jawa yang pernah berkuasa hampir di seluruh Asia Tenggara.
Perintah tersebut adalah untuk membuat sebuah peta Trowulan yang diduga adalah tempat atau lokasi ibu kota Majaphit. Penugasan dan dipilihnya Wardenaar untuk tugas tersebut bukan tanpa alasan yang kuat. Raffles memilihnya karena kemampuannya sebagai surveior lulusan Akademi Angkatan Laut Semarang pada 1806.
Selain cerdas dan piwai dalam navigasi, Raffles ternyata juga mengetahui kemampuan istimewa bawahannya ini. Wardernaar diketahui handal dan piwai dalam berbahasa Jawa. Bukan itu saja, ia juga luwes dalam bergaul dengan masyarakat Jawa kebanyakan dan para bangsawan. Konon kemampuan itu ia dapat karena ibu kandungnya adalah seorang wanita Jawa.
Ir. Johannes Willem Bartholomeus Wardenaar
Survey dan pendataan bekas ibukota Kerajaan Majapahit tersebut bukan perkara mudah. Kondisi lahan Trowulan hampir seluruhnya ditutupi oleh semak belukar dan pohon jati yang lebat. Dengan kerja kerasnya, tim yang dipimpin Wardenaar akhirnya secara perlahan mampu mengungkap peradaban hebat Majapahit. Dunia arkeologi mencatat aktivitas Wardenaar ini sebagai penelitian yang pertama yang berhasil menyibak tabir hilang lenyapnya kebesaran dan kemegahan kerajaan Majapahit.
Wardenaar berhasil menyusun peta ibukota kerajaan Majapahit nyaris akurat. Selain peta, ia juga mendokumentasikan beberapa reruntuhan candi di sekitar Trowulan dalam bentuk ilustrasi gambar cat air. Belakangan dokumentasi cat ini menjadi sangat penting, karena dapat menjadi rujukan tentang bagaimana bentuk candi itu sebelum rusak parah dan menjadi bekal saat pemugaran ratusan tahun setelahnya.
Penelitian Wardenaar menguraikan secara singkat tentang bangunan yang dijumpainya. Menurut Wardenaar, ada 26 unit rumah di kawasan sekitar kedaton. Ini artinya jumlah penduduk yang mendiami bekas kedaton Majapahit pada 1815 masih sangat sedikit dibanding luas area hutan dan semak belukar di sekitarnya.
Sayangnya, meski yang dilakukan Wardenaar sangat besar, namun Raffles tidak memasukkan hasil survei dan laporan Wardenaar mengenai Majapahit dalam bukunya: History of Java (1817).
Seperti halnya Borobudur atau Prambanan, ibukota Majapahit di Trowulan sebenarnya tidaklah benar-benar hilang. Dan Kapten Wardenaar adalah orang pertama yang melakukan survei dan penelitian sistematis di bekas kota era Majapahit itu.
Gompers, penulis dan peneliti menjelaskan, tanggal pada gambar-gambarnya, Wardenaar berada di Trowulan dibuat antara 5-7 Oktober 1815. Namun, Wardenaar dipastikan menghabiskan waktu hingga beberapa minggu untuk mensurvei kawasan Trowulan yang luas.
Dari surveinya tersebut, Wardenaar mengirim semua berkas aslinya kepada Raffles pada akhir 1815. Peta, legenda peta yang berisi deskripsi singkat dari monumen yang ditemukan, dan beberapa gambar situasi adalah karyanya.
Sayangnya Wardenaar tidak membuat salinan legenda peta dan tiga lembar gambar goresan Wardenaar yang diserahkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada 1879. Teks legenda dan catatan Wardenaar kemudian diterbitkan oleh insinyur pertambangan dan pelopor vulkanologi modern Hindia Belanda Rogier Verbeek. IC/AND/XIV/04