Historica

Mengungkap Jejak Istana Airlangga di Lamongan

Penerus Wangsa Isana di Jawa Timur ini pernah memindahkan pusat kekuasaannya di Lamongan.

 

(((((((((((((((())))))))))))))))

 

Pataan, sebuah desa di Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur,  menyimpan sejarah besar Raja Airlangga. Desa kecil ini pernah  jadi tempat berlindung dan istana sementara  ketika Airlangga harus melarikan diri dari serbuan musuh.

Desa Pataan juga pernah mendapat anugerah sebagai daerah sima dari Raja Airlangga karena telah menjalankan kewajiban memelihara sebuah bangunan suci. Supriyo, melalukan penelusuran arkeologi selama kurang lebih 3 tahun, menyimpulkan hal itu.

Hal ini di buktikan oleh beberapa prasasti yang ditemukan. Isi beberapa prasasti yang berasal dari masa Airlangga (1019 – 1043 Masehi), mendasari kesimpulan tersebut. Prasasti Terep (954 Saka/1032 Masehi) misalnya, menyebut Airlangga terpaksa harus meninggalkan keratonnya di Wwtan Mas menuju Desa Pataan.

Menurut Priyo,  pemilihan Desa Pataan sebagai tempat untuk melarikan diri sebenarnya bukanlah kebetulan. Namun  sebuah perencanaan matang yang didasari oleh posisi strategis desa tersebut. Desa Pataan yang berada di bagian puncak Pegunungan Kendeng, membujur ke arah barat, sangat strategis untuk pertahanan.

“Di samping itu juga jaminan keamanan dan kesetiaan yang bakal diterima oleh Raja Airlangga dari penduduk Desa Pataan,” jelas Supriyo yang juga ketua Lembaga Studi dan Advokasi untuk Pembaruan Sosial (LSAPS) itu

Berhubungan dengan jaminan keamanan tersebut, Prasasti Patakan (analisa arkeologi yang pernah dilakukan hanya menyebut prasasti ini berasal dari wilayah sekitar Surabaya) menjelaskan bahwa di Desa Patakan terdapat bangunan peribadatan Sang Hyang Patahunan. Karena mempunyai kewajiban memelihara bangunan suci ini, Pataan pernah mendapat anugerah menjadi daerah Sima (perdikan, bebas pajak) dari Raja Airlangga.

“Keberadaaan tempat peribadatan itu menandakan bahwa di situ berdiam seorang pendeta yang sudah demikian dekat dengan Raja Airlangga, yang dengan segenap daya dan pengikutnya akan melindungi sang raja dari segala gangguan musuh,” lanjut Priyo.

 

Prasasti Sendang Gede, foto : hk

 

Jaminan keamanan seperti itu tentu sangat penting dalam situasi pelarian yang sangat beresiko jika Sang Raja salah memilih tempat. Tidak heran jika kemudian Airlangga meneguhkan ulang status sima bagi Desa Pataaan untuk kedua kalinya dalam Prasasti Sendangrejo (965 Saka/1043 Masehi).  Batu bertulis yang ditemukan di Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang, Lamongan ini juga merupakan prasasti terakhir Raja Airlangga sebelum kerajaan dibelah menjadi dua, Jenggala dan Panjalu.

Prasasti Sendangrejo memuat tentang penghargaan atau anugerah sima terhadap penduduk Desa Pataan. Sayang prasasti ini rusak pada bagian sambandha-nya sehingga tidak bisa terbaca secara jelas lagi. Sambandha adalah bagian prasasti yang menjelaskan kenapa suatu daerah dijadikan sima.

“Sangat mungkin pemberian anugerah ini berhubungan dengan pertolongan dan darma bakti penduduk Pata’an terhadap Raja Airlangga pada saat melarikan diri ke desa tersebut,” jelas Supriyo yang juga ketua Lembaga Studi dan Advokasi untuk Pembaruan Sosial (LSAPS) itu

Dari penelusuran Supriyo, jejak mengenai tempat peribadatan atau candi di Desa Pataan masih terlihat hingga sekarang meski dalam keadaan memprihatinkan. Serakan peninggalan kuno tersebut masih banyak yang belum teridentifikasi bentuk bangunannya satu persatu. Sangat mungkin keseluruhan dari situs ini merupakan sebuah kompleks bangunan (petirtaan atau bahkan istana) yang bersanding dengan sebuah candi.

 

Dugaan bahwa wilayah Lamongan pernah menjadi pusat kerajaan Airlangga, juga tertuang dalam Prasasti Pamwatan (964 Saka/1042 Masehi). Sayang prasasti berbahan batu andesit yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga melalui Mahamantri I Hino Sri Samarawijaya ini telah hilang. Namun penelitian arkeologi yang sempat dilakukan, menyebut tentang bagian atas prasasti yang bertuliskan ‘dahanapura’ dalam aksara kwadrat Kediri.

“Sehingga muncul analisa yang memperkirakan jika wilayah Pamotan dan sekitarnya adalah pusat Kota Dahanapura yang merupakan ibukota kerajaan Airlangga di akhir masa pemerintahannya, 964 Saka atau 1042 Masehi,” jelas Supriyo.

Pamotan adalah nama desa yang juga berada di Kecamatan Sambeng, di perbatasan antara wilayah Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Jombang. Peninjauan di lokasi sekitar prasasti pada area atau radius 1 kilometer juga menunjukkan adanya pecahan artefak-artefak kuno dan serakan batu bata kuno berukuran besar. Terutama di sekitar pekuburan yang terletak 200-300 meter di sebelah utara lokasi prasasti.

Ditinjau dari letaknya, prasasti ini berada di sebelah selatan Kali Lamong yang diperkirakan sebagai batas dari Kerajaan Panjalu dan Jenggala. “Prasasti ini jika kita hubungkan dengan letak Prasasti Pucangan yang berada di puncak Bukit Pucangan akan bertemu pada posisi garis lurus. Sehingga dimungkinkan terdapat akses jalan kuno yang besar antara Pamotan dan Gunung Pucangan masa itu,” ungkap Priyo. IC/AND/XI/13

 

 

Share
Published by
Wisnu