Historica

Makna Pelepasan Gapura Bajangratu

Candi Bajangratu, sebelum dan setelah di restorasi, source : solopos

 

Gapura ini adalah tipe bangunan pintu gerbang tipe “Paduraksa” atau gapura yang memiliki atap. Bangunan ini berada di desa Temon, kecamatan Trowulan Mojokerto. Bahan utama dari bagunan ini adalah batu bata kecuali lantai tangga dan ambang pintu yang terbuat dari batu andesit.

Secara keseluruhan, denah bangunanberbentuk segi empat ini memiliki ukuran 11,5 X 10,5 meter, tinggi 16,5 meter dan lebar pada lorong pintu masuk hanya 1.40 meter. Jika dilihat secara vertical maka Gapura Bajangratu terbagi dalah tiga bagian, kaki, tubuh dan atap.

Relief Kala menjadi keunikan candi ini

 

Keunikan dari gapura ini adalah adanya panil cerita Sri tanjung, sementara pada bagian atas tubuh di bagian ambang pintu terdapat hiasan kala dengan sulur-sulur yang indah. Dan diatapnya terdapat hiasan kepala kala diapit singa, matahari, naga berkaki, kepala garuda dan relief bermata satu atau monocle cyclops.

Relief-relief tersebut pada masanya digunakan sebagai pelindung atau penolak bala marabahaya bagi kerajaan dan anggota keluarga raja. Sementara pada sayap kanan garuda ada cerita Ramayana yang menggambarkan pertempuran raksasa melawan kera. Bingkai pada kanan dan kiri pintu diberi ukiran bintang bertelinga panjang.

Nama Gapura atau Candi Bajangratu ini pertama kali muncul pada oudheinkunding Verslag (OV) pada 1915. Para arkeolog menyebutkan gapura Bajangratu memiliki hubungan dengan wafat raja kedua Majapahit, Jayanegara pada 1328.

Relief Epos Ramayanan, bermakna pelepasan kehidupan

 

Pararaton menyebutkan “Sira ta dhinarmeng kapopongan bhisaka ring crnggapura pratista ring Antawulan.” Menurut Arkeolog Crom, Crnggapura pada Pararaton tersebut sama dengan Cri Ranggapura dalam Negarakertagama. Ini artinya kuat dugaanya, dharma raja Jayanegara terletak di Kapopongan atau Crnggapura yang berada di Antawulan atau Trowulan.

Melihat hal itu para ahli sampai pada kesimpulan, jika gapura atau Candi Bajangratu sebagai pintu masuk menuju bangunan suci untuk memperingati wafat dari Raja Jayanegara. Kesimpulan ini dikuatkan dengan panil relief Sri tanjung dan sayap garuda sebagai makna pelepasan. Dan sejak dibangun, candi ini sama sekali belum pernah dipugar. Bagunan ini hanya pernah tiga kali di konsolidasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1915 dan dua kali oleh Pemerintah Indonesia pada 1989 dan 1992. IC/AND/XV/02

Share
Published by
Wisnu