Prasasti Blanjong berada di Pura Blanjong, wilayah Banjar Blanjong, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali. Terbuat dari bahan batu padas orang biasa menyebutnya sebagai sila prasasti. Wujud dari prasasti ini adalah tiang batu berbentuk bunga teratai. Ukuran prasasti ini terbilang jumbo dengan tinggi 177 cm serta memiliki garis tengah sekitar 62 cm.
Prasasti Blanjong memiliki tulisan yang dipahat pada kedua sisinya. Pada sisi barat laut, tertulis 6 baris tulisan, memakai aksara Pre-Nagari yang biasa dipakai di India Utara dan dan bahasa Bali Kuna (sisi A). Pada sisi tenggara, tertulis 13 baris tulisan, menggunakan huruf Bali Kuna atau Kawi dan bahasa Sansekerta (sisi B).
Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh Raja Sri Kesari Warmadewa pada bulan Phalguna atau bulan ke 12 tahun 835 Caka (911 M). Merujuk pada paleografinya, bentuk huruf yang digunakan pada prasasti Blanjong ini sejaman dengan prasasti-prasasti singkat yang ditemukan di Candi Kalasan di Jawa Tengah. Aksara atau huruf yang dipakai sangat umum digunakan di India Utara dan berkembang di Indonesia pada sekitar abad VIII dan IX.
Prasasti Blanjong sejatinya tanda kemenangan alias Jaya Stamba atau Jaya Cihna atas musuh-musuh Raja Sri Kesari di daerah Gurun (Nusa Penida) dan Swal (Pantai Ketewel). Dari unsur bahasa dan tulisan yang menggunakan dua bahasa dan dua huruf menunjukkan adanya kemahiran, penguasaan, dan wawasan pengetahuan masyarakat pada masa kerajaan Sri Kesari Warmadewa abad X Masehi.
Prasasti ini terbilang unik dan mungkin satu-satunya ditemukan di Bali hingga saat ini. Umumnya, prasasti yang ada di Bali ditulis dengan menggunakan bahasa Sansekerta huruf Pre Nagari, atau menggunakan bahasa Bali Kuna huruf Bali Kuna (Kawi). Sementara prasasti Blanjong dibuat dengan dua bahasa dan dua sistem aksara. Istimewanya dari Prasasti Blanjong adalah penggunaan sistem silang dalam penulisan huruf dan bahasanya. fakta ini menunjukkan bahwa si penulis prasasti atau citralekha adalah sosok yang mahir dalam pengetahuan berbahasa dan dalam tata tulis serta penggunaanya. Hal ini terlihat dari kedua jenis bahasa dan huruf tersebut, dan kemahiran ini tentu hasil belajar serta latar budaya yang berlaku pada masa itu dan tradisi sebelumnya.
Prasasti atau Stamba Jaya ini mengungkapkan kearifan di bidang politik atau kekuasaan dengan menguraikan keberhasilan raja dalam mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan Swal. Selain itu data prasasti ini juga mengindikasikan kekuasaan Raja cukup luas dan mungkin mencapai seluruh wilayah Bali. Prasasti itu juga menulis tentang kutukan atau sapata yang ditujukan kepada orang-orang yang melanggar isi prasasti tersebut. Dari sini terlihat bagaimana Raja Sri Kesari Warmadewa memerintah dengan tegas dan bijaksana serta menjunjung supremasi hukum.
Prasasti Blanjong baru ditemukan Stutterheim pada sekitar 1930 dengan kondisi yang sudak agak aus bahkan ada beberapa baris hurufnya hilang. Terdaftar sebagai cagar budaya, prasasti ini pernah beberapa kali dikonservasi serta telah dibuatkan bangunan pelindung. IC/AND/XIV/14