Akibat perjanjian dengan VOC, pelabuhan jadi sepi. Hanya VOC yang bisa mengatur kapal dari negara mana yang bisa berlabuh dan membeli komoditas dari Kalimantan Barat.
*********************
Pontianak sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, secara geografis dibelah oleh Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Letaknya strategis di persimpangan antara dua sungai besar. Inilah berkah bagi Pontianak sebagai pusat perekonomian terutama pada sektor perdagangan.
Namun geliat perkembangan pelabuhan Pontianak ini tak lepas dari kepemimpinan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie. Sultanlah sosok di balik masa kejayaan perdagangan maritim di Kalimantan Barat. Sultan pertama Pontianak ini naik tahta pada 1771.
Beliau adalah keturunan pelaut dari Bugis dan berdarah campuran Arab. Kemampuannya yang mumpuni dalam taktik strategi maritim, akhirnya dari sektor perdagangan wilayah ini mampu memperluas wilayah kekuasaan.
Pelabuhan tradisional yang mulai redup pasca perjanjian dengan VOC, Source: insidepontianak
Daerah ini menghasilkan komoditi kayu kemenyan, kapur barus, lilin lebah, lada, dan madu yang sangat laku di pasaran. Sementara dari hasil tambangnya, emas, platinum, intan, dan batu bara, yang juga tak kalah besar di samping juga hasil-hasil dari laut.
Berbagai komoditas penting itu membuat pedagang terutama China dan Eropa datang dan berdagang serta untuk mencari pasokan dari Kalbar. Sikap terbuka para sultan, yang dengan mudah dan menyambut dengan tangan terbuka para pedagang itu pemicu ramainya kapal-kapal dagang berlabuh di pelabuhan Pontianak.
Kondisi ini dibuktikan sejak awal abad ke-17, Kalimantan Barat mempunyai hubungan perdagangan yang cukup erat dengan daerah-daerah, seperti Palembang, Riau, Banten, Mataram, Kalimantan Selatan, Makassar, Portugis, Spanyol, Belanda, dan lain-lain.
Kapal-kapal asing ramai berlabuh dan bongkar muat di Pontianak
Berada di jalur lalu lintas laut internasional, membuat Pelabuhan Pontianak jadi ramai dikunjungi oleh kapal-kapal Nusantara dan internasional. Adapun barang dagangan yang dibawa oleh kapal-kapal tersebut, antara lain ada guci, sutera, manik-manik, besi, panci-panci tembaga, kain sutra dan lain-lain.
Namun, sejak VOC datang dan bercokol di Kalimantan Barat, para pedagang yang berkunjung ke pelabuhan mengalami pembatasan pergerakan. Hal ini ditandai dengan perjanjian VOC dengan Sultan Syarif Abdurrahman pada tanggal 5 Juli 1779. Inti dari perjanjian itu, bahwa kapal-kapal asing yang tidak mendapat izin masuk VOC seperti, kapal dari Eropa, Cina dan Johor, dilarang terlihat atau memasuki perairan Kalimantan Barat.
Alhasil, perjanjian tersebut menyebabkan perdagangan bebas menjadi mandek. Kota Pontianak yang sering disebut sebagai pintu gerbangnya daerah Kalimantan wilayah barat pun, akhirnya lambat laun tertutup kepada kapal kapal besar dari luar kecuali atas perizinan dari kolonial.
Masjid Jami, salah satu tanda kebesaran Kesultanan Kalimantan Barat, Source: wiki
Bagi masyarakat Kalimantan Barat, tindakan kolonial ini menyebabkan penderitaan. Pembatasan itu artinya semua hasil kekayaan alam dari Pontianak, baik dari hasil pertambangan dan perkebunan, seperti intan, lada, dan juga hasil hutan yang berupa kapur barus, lilin lebah, kayu kemenyan, dan madu dimonopoli oleh VOC.
Sebaliknya barang-barang yang dibutuhkan oleh rakyat, seperti beras dan garam diatur oleh VOC dengan harga yang tinggi. IC/AND.
Ingin tahu info-info tentang sejarah Indonesia, indonesia culture dan beragam budaya yang ada di negara ini. ayo kunjungi saja www.indonesiancultures.com disini kamu akan belajar banyak tentang budaya, adat yang pernah ataupun terjadi di Indonesia